JAKARTA, HOLOPIS.COM – Pengadilan Negeri Surabaya mengabulkan permohonan pernikahan beda agama.
Permohonan tersebut diajukan oleh pasangan Islam dan Kristen, usai ditolak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat. Alasannya agar tak terjadi praktik kumpul kebo.
Humas PN Surabaya Suparno mengatakan, pertimbangan hakim mengabulkan permohonan pernikahan beda agama tersebut adalah demi menghindari praktik kumpul kebo, sekaligus demi memberikan kejelasan status.
“Apabila pernikahan beda agama dan ada penolakan dari KUA dan dari Kantor Catatan Sipil juga menolak, maka PN bisa mengabulkan dengan pertimbangan guna untuk menghindari kumpul kebo dan demi status anak biar jelas bapaknya,” ujar Suparno, Senin (20/6).
Persoalan ini bermula saat RA, calon pengantin pria yang beragama Islam bersama calon pengantin wanita yang beragama Kristen EDS, mendaftarkan pernikahan mereka ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Namun berkas mereka ditolak.
Keduanya lantas mengajukan permohonan pernikahan beda agama ke PN Surabaya 13 April 2022 lalu. Permohonan mereka dikabulkan pada 26 April 2022 dan tercantum pada penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN Sby.
“Mengabulkan Permohonan Para Pemohon; Memberikan izin kepada Para Pemohon untuk melangsungkan perkawinan beda agama di hadapan Pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya Surabaya,” kata Hakim Imam Supriyadi dalam putusan yang dimuat di laman SIPP PN, Surabaya, Senin (30/6).
Hakim juga memerintahkan kepada Pejabat Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya Surabaya untuk melakukan pencatatan perkawinan beda agama Para Pemohon tersebut ke dalam Register Pencatatan Perkawinan yang digunakan dan segera menerbitkan Akta Perkawinan.
Berikut pertimbangan hakim izinkan warga Surabaya menikah beda agama
Pertama, bahwa perbedaan agama tidak merupakan larangan untuk melangsungkan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f Undang-Undang Perkawinan dan merujuk pada ketentuan Pasal 35 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, maka terkait dengan masalah perkawinan beda agama adalah menjadi wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutusnya;