JAKARTA, HOLOPIS.COM – Ketua Umum Federasi Santri Indonesia (FSI) Habib Muhammad Hanif bin Abdurrahman Alatas menilai bahwa protes yang disampaikan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia terhadap Duta Besar India atas sikap juru bicara Partai Bharatiya Janata (BJP) Nupur Sharma yang dinilai menghina Nabi Muhammad SAW tidak cukup.
Pasalnya, permintaan maaf dari partai tersebut belum muncul. Bahkan ia mengharapkan adanya proses hukum yang tegas kepada para pelaku penistaan agama Islam sebagai bentuk efek jera.
“Kemenlu Indonesia sudah mengecam dan memprotes dubes India. Tapi bagi kami, kecaman dan protes tidak cukup. Kalau jubir partai di India tidak dihukum berat, maka kami umat Islam Indonesia tidak peduli dan tak butuh dengan India,” kata Habib Hanif dalam orasinya di depan kantor Kedutaan Besar India untuk Indonesia di GAMA Tower, Kuningan, Setia Budi, Jakarta Selatan, Jumat (17/6).
Menantu Habib Muhammad Rizieq bin Husein Shihab tersebut mendorong agar pemerintah Indonesia melalukan pengusiran terhadap Diplomat dan Dubes India dari Indonesia, sekaligus meninjau ulang hubungan bilateral antar kedua negara itu.
“Kita minta usir dubes India. Ganyang india. Siap bela nabi, bela islam, siap mati demi Rasulullah,” ujarnya.
Sebelumnya, juru bicara BJP Nupur Sharma menyinggung tentang pernikahan Rasulullah Muhammad SAW dengan Sayyidah Aisyah yang saat itu masih berusia 7 (tujuh) tahun.
“Nabi Muhammad menikahi seorang gadis berusia enam tahun dan kemudian berhubungan seks dengannya pada usia sembilan tahun,” kata Nupur Sharma dalam tayang video debat di televisi India.
Atas pernyataannya itu, banyak masyarakat Islam di berbagai negara melayangkan protesnya. Ia dianggap telah menistakan agama Islam dengan menyebut kalimat semacam itu.
Kemudian, Nupur Sharma pun memberikan penjelasan tentang alasan ia menyampaikan hal itu. Dikatakan politikus BJP itu, bahwa ia sebelumnya tersinggung dengan lawan debatnya yang dianggap telah menghina arca pujaan.
Ia merasa Shivling, sebuah arca yang digunakan untuk mewakili Dewa Siwa, dianggap sebagai air mancur.
“Shivling juga diejek dengan membandingkannya dengan rambu dan tiang pinggir jalan di Delhi,” tambah Nupur Sharma.