JAKARTA, HOLOPIS.COM Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan tersangka kasus mafia tanah di Cipayung, Jakarta Timur yang baru sebatas menyasar kepada pihak swasta dan juga notaris.

Tersangka pertama yang telah resmi ditetapkan tidak lain ternyata notaris berinisial LDS yang telah beberapa kali diperiksa oleh penyidik pasca pengeledahan yang dilakukan di tempatnya.

Kasie Penkum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Ashari Syam mengatakan, tersangka dijerat Pasal 2, ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor No:31/1999 yang diubah dengan UU No:20/2001 dengan ancaman hukuman seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara.

“Oknum Notaris dijadikan tersangka terkait dugaan pengaturan dan atau pembentukan harga terhadap 8 pemilik 9 bidang tanah, di Kelurahan Setu, Cipayung,” katanya, (14/6).

Tersangka diduga memberikan uang ganti rugi sebesar Rp1,6 juta per meter dari seharusnya Rp2,7 juta. Sisa uang ganti rugi Rp17,7 miliar diberikan ke oknum Pejabat Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) DKI Jakarta.

Penanganan perkara terhadap LDS berjalan cukup panjang. Kejati DKI harus menunggu 30 hari guna memeriksanya, awal April 2022 paska surat dilayangkan ke Majelis Kehormatan Notaria DKI.

Setelah meyakini dugaan keterlibatan LDS, Kejati DKI menggeledah dan sita bukti transfer di kantornya, Pondok Kelapa dan kediaman, di Bekasi, Jumat (20/5).

Lalu, melakukan pencegahan ke luar negeri, sejak Selasa (24/5) bersama empat orang lain, terdiri Mantan Pejabat Distamhut DKI dan Swasta, yakni HH, HSW, PEN dan JFR.

Penetapan tersangka terakhir terhadap oknum Notaris dalam perkara tindak pidana korupsi, adalah Zaenal Abidin dalam Perkara Penjualan Lahan Status Sita, di Jatinegara, Jakarta Timur yang disidik oleh Kejaksaan Agung.

Tersangka kemudian meninggal dunia dalam status tahanan, karena sakit saat perkaranya tengah dalam persidangan, di Pengadilan Tipikor di PN. Jakarta Pusat.

Selain LDS, penyidik menurut Ashari, juga menetapkan tersangka lain dari pihak swasta berinisial MIT. Tersangka diduga yang mengucurkan uang hasil sisa ganti rugi sebesar Rp17, 7 miliar ke pihak (Pejabat, Red) Distamhut DKI Jakarta dan pihak lainnya.

Ashari kemudian tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai pihak penyelenggara negara yang diduga ikut terlibat karena menerima sejumlah aliran dana yang disalurkan para tersangka dari dana yang didapatkan dari pengelembungan anggaran tersebut.

“Tersangka LDS dan MTT bekerjasama dalam pembebasan lahan, di Setu, Cipayung, Tahun 2018. Lalu, sisa uang ganti rugi diberikan kepada pihak Distamhut DKI dan pihak lainnya,” tukasnya.

Kasus ini sendiri diketahui berawal 2018, saat Distamhut DKI membebaskan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung atas 8 pemilik 9 lahan bidang tanah guna pengembangan RTH DKI.

Namun,dalam pelaksanaan pembebasan lahan di RT. 008 RW. 03 Setu, tidak ada Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah, tidak ada Peta Informasi Rencana Kota dari Dinas Tata Kota, tidak ada Permohonan Informasi Asset kepada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) dan tidak ada persetujuan Gubernur Provinsi DKI Jakarta.

Total uang yang dibayarkan Dinas Kehutanan Provinsi sebesar Rp46, 499, 55 miliar. Sedangkan total uang yang diterima oleh pemilik lahan hanya sebesar Rp28, 729.340.317.

Adanya perbedaan ini, sebab penyunatan besaran uang ganti rugi dari semua Rp2,7 juta per meter, namun yang diberikan kepada pemilik lahan Rp1,6 juta per meter.

Proses pembebasan lahan ini menyalahi ketentuan Pasal 45, Pasal 55 Pergub No:82/ 2017 tentang Pedoman pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.