Jumat, 20 September 2024
Jumat, 20 September 2024

Pancasila dan Dinamikanya di Masa Sekarang

Muhammad Ibnu Idris
Muhammad Ibnu Idris
Penikmat sambal matah dan sambal bajak.

Banyak masyarakat yang mengatakan bahwa pancasila kini sudah memasuki usia ke – 77 tahun. Namun, secara pribadi saya tidak setuju dengan pendapat ibu. Menurut saya, pancasila sudah lahir jauh sebelum negara Indonesia itu berdiri. Pancasila digali dari kepribadian dan kebiasaan masyarakat itu sendiri yang didasari oleh gotong royong. Pancasila sendiri dihasilkan dari sidang yang sengit pada 31 Mei – 1 Juni 1945, di mana ketiga tokoh bangsa yaitu, Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno menyampaikan pandangannya mengenai dasar negara dalam sidang BPUPKI.

Di masa orde baru, terjadi gerakan de-soekarnoisasi oleh rezim Soeharto dengan mengkerdilkan peran Presiden Soekarno. Oleh karena itu, pemerintah orde baru lebih memilih untuk memperingati 1 Oktober sebagai hari kesaktian pancasila sebagai buntut adanya G 30 S PKI. Selain itu, peran – peran Presiden Soekarno juga perlahan mulai dihilangkan dalam bentuk propaganda di film – film produksi orde baru.

Namun, sebuah terobosan dilakukan oleh Presiden Jokowi dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila. Menurut para ahli hukum, Keppres ini tidak akan pernah dicabut oleh siapa pun yang menjadi Presiden RI dari generasi ke generasi karena jika dilihat dari sisi substansi dan bobot kaidahnya, maka Keppres ini melampaui bobot pasal – pasal dalam UUD atau konstitusi, Keppres ini diprediksi akan menjadi keputusan hukum yang akan berlaku terus menerus sepanjang hayat bangsa dan negara Indonesia berdiri. Menurut para pakar hukum juga, Keppres ini mungkin saja tidak berlaku apabila Presiden yang memegang masa jabatan kelak mau mengkhianati Pancasila dan NKRI. Keppres ini dikatakan sangat istimewa karena bobot substansinya dan lama berlakunya sepanjang hayat bangsa dan negara Indonesia.

Banyak pihak yang berkeberatan dengan penetapan Keppres tersebut. Ada yang beranggapan bahwa kelahiran pancasila yang resmi adalah 18 Agustus 1945. Pendapat ini didasari oleh rumusan pancasila yang diutarakan pada 1 Juni berbeda dengan yang diputuskan pada 18 Agustus. Bahkan ada juga masyarakat yang beranggapan bahwa rumusan 18 Agustus itu pun dilahirkan pada 22 Juni 1945.

Rumusan 22 Juni itu berubah pada 18 Agustus dengan menghilangkan kalimat “dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dan menggantinya dengan kalimat “Yang Maha Esa”, sedangkan sila-sila lainnya sama persis. Pendapat lain menyebutkan bahwa usulan lima sila tak hanya dilakukan oleh Soekarno saja, tetapi juga oleh Soepomo dan Muh Yamin, meskipun Soekarno yang memberi nama Pancasila pada pidato 1 Juni itu.

Di masa pemerintahan Presiden Jokowi juga, dibentuk sebuah lembaga yang digadang menjadi garda terdepan dalam melindungi ideologi pancasila. Lembaga tersebut bernama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Namun, belum lama dibentuk lembaga ini telah menuai kontroversi dari masyarakat luas yang mempertanyakan apa saja tugas, pokok, dan fungsi dari BPIP, urgensi pembentukan lembaga tersebut, dan tentu saja yang menjadi perbincangan hangat di masyarakat adalah para pemegang jabatan dalam lembaga tersebut bergaji selangit.

Menurut saya, pancasila sudah lahir jauh sebelum negara Indonesia itu berdiri. Pancasila digali dari kepribadian dan kebiasaan masyarakat itu sendiri yang didasari oleh gotong royong.

Menurut pribadi saya, pembentukan lembaga ini tentu telah melalui kajian yang matang dan mendalam karena Presiden tidak mungkin “bercanda” atau “keblinger” dalam membuat lembaga ini, namun yang pasti konteks atau substansi dari pembentukan badan tersebut. Ide pembentukan BPIP sendiri diawali oleh unit kerja yang disahkan oleh Presiden melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Pembentukan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Unit kerja ini dibentuk untuk menguatkan dan mengonkretkan program pembinaan ideologi pancasila. Untuk lebih menguatkan tugas dan wewenangnya maka dibentuklah BPIP melalui Perpres Nomor 7 Tahun 2018. BPIP berkedudukan sebagai suatu lembaga negara pembantu yang memiliki tugas untuk membantu melaksanakan fungsi negara secara langsung atau bertindak untuk dan atas nama negara.

Tugas dan fungsi BPIP menurut apa yang tercantum di dalam Pasal 3 dan 4 Perpres No. 7 Tahun 2018 secara garis besar adalah membantu presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila, menyelenggarakan penyusunan pendidikan serta pelatihan ideologi Pancasila, serta memberikan rekomendasi terkait regulasi agar lebih “Pancasilais”, dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Menurut Mahfud MD yang menjabat sebagai Anggota Dewan Pengarah BPIP, BPIP dibentuk karena adanya ancaman terhadap ideologi Pancasila, terutama radikalisasi. Selain ancaman radikalisasi, menurut pandangan pribadi saya, pembentukan BPIP lebih diarahkan untuk melakukan langkah preventif terhadap perilaku anti sosial di masyarakat yang antipati antipati, SARA, dan penguatan budi pekerti melalui nilai-nilai dari kearifan lokal.

Pancasila merupakan wujud manifestasi nilai – nilai luhur tradisional bangsa. Oleh karena itu, keberadaanya perlu dilestarikan tidak hanya sebagai ideologi negara dalam menjalankan fungsi kenegaraan, namun perlu adanya penghayatan dan implementasi dari masyarakatnya untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat. Selain keberadaan BPIP yang menjadi sorotan. Hambatan yang dialami oleh pancasila selanjutnya adalah keberadaan RUU HIP atau Haluan Ideologi Pancasila.

RUU ini merupakan usulan dari DPR. Draf RUU HIP terdiri dari 10 bab. yakni ketentuan umum haluan ideologi pancasila, haluan ideologi pancasila sebagai pedoman pembangunan nasional, haluan ideologi pancasila sebagai pedoman sistem nasional ilmu pengetahuan dan teknologi, juga haluan ideologi pancasila sebagai pedoman sistem nasional kependudukan dan keluarga, pembinaan haluan ideologi pancasila, partisipasi masyarakat, pendanaan, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Dalam ketentuan umum, dijelaskan sebagai pedoman bagi cipta, rasa, karsa, dan karya seluruh bangsa Indonesia dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong untuk mewujudkan suatu tata masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi yang berkeadilan sosial.

Adapun yang menuai kontroversi di antaranya Pasal 7 tentang ciri pokok Pancasila. Disebutkan bahwa ciri pokok Pancasila berupa trisila, yaitu sosio nasionalisme, sosio demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. Trisila yang dimaksud terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong. Pasal 7 yang memuat setidaknya tiga kata kunci, yakni trisila, ekasila, dan ketuhanan yang berkebudayaan ini dikritik lantaran dianggap merujuk pada Pancasila 1 Juni 1945, bukan Pancasila yang disepakati dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

RUU HIP ini dibuat untuk memperkuat posisi kelembagaan BPIP yang tertuang dalam Pasal 44. Selama ini, keberadaan BPIP berlandaskan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2018. Masyarakat yang keberatan juga mempersoalkan ketiadaan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (TAP MPRS) Nomor XXV Tahun 1966 dalam konsideran. TAP yang diteken Ketua MPRS Jenderal A.H. Nasution menyatakan Partai Komunis Indonesia sebagai organisasi terlarang dan larangan menyebarkan ajaran komunisme, Marxisme, dan Leninisme.

Dari berbagai persoalan di atas, dapat kita ketahui bahwa banyak pihak yang memiliki keinginan untuk melakukan pembaharuan terhadap pancasila dengan doktrinnya masing – masing sesuai kepentingan golongannya. Padahal, nilai – nilai yang terkandung di dalam Pancasila itu sendiri sangat relevan dengan berbagai kondisi zaman. Bahkan Bung Karno pernah sesumbar mengatakan kepada Presiden Yugoslavia Joseph Bros Tito bahwa ia bisa mempertahankan Indonesia dengan bermodal pancasila, dan hal itu memang benar terbukti karena Indonesia dapat bertahan hingga sekarang.

Di era disrupsi digital seperi sekarang, pancasila masih sangat dibutuhkan sebagai pedoman bagi masyarakat untuk berperilaku dan mengolah informasi agar tidak terjadi kesalahpahaman yang mengarah kepada disintegrasi bangsa. Selain BPIP yang harus diperkuat, peran dan ingatan generasi muda akan pancasila juga harus diluruskan dan dipelihara supaya tidak terjadi pemelintiran sejarah. Ketika ingatan dan pemahaman anak muda mengenai pancasila masih terpelihara makan kesatuan dan persatuan bangsa akan terjaga hingga akhir hayat nanti.

Temukan kami juga di Google News lalu klik ikon bintang untuk mengikuti. Atau kamu bisa follow WhatsaApp Holopis.com Channel untuk dapatkan update 10 berita pilihan dari redaksi kami.

berita Lainnya
Related

Kesenjangan Komunikasi Antar Generasi

Teori generasi akhir-akhir ini semakin populer, terutama karena perbedaan mencolok antar generasi yang sering kali menyebabkan hubungan menjadi rumit dan terpolarisasi.

Apa Benar Starlink Berbahaya Bagi Indonesia ?

Oleh : Dr. Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo Notodiprojo / Pengamat Telematika, Multimedia, AI & OCB, sekaligus Magister Kesehatan Masyarakat (Public Health) UGM Asli.

Prof Salim Said, Tokoh Pers yang Meninggal di Tengah Revisi UU Penyiaran

Oleh : Dr. Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo Notodiprojo / Oleh : Dr. Kanjeng Raden Mas Tumenggung Roy Suryo Notodiprojo / Mantan Ketua 1 Korps Mahasiswa Komunikasi (1990-1991) UGM asli di Jogja.
Prabowo Gibran 2024 - 2029
Ruang Mula

Berita Terbaru