JAKARTA, HOLOPIS.COM Terkuaknya praktik suap ekspor minyak goreng dengan ditetapkannya empat tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) merupakan skandal paling brutal di negeri ini.

Apalagi, satu dari empat tersangka merupakan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana.

“Ini skandal korupsi paling brutal sejak Indonesia merdeka,” kata Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie M. Massardi, Kamis (21/4).

Jurubicara Presiden keempat RI, KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini mengurai alasannya melabeli peristiwa tersebut sebagai korupsi paling brutal. Pertama, karena rakyat harus menjerit berbulan-bulan untuk mendapat minyak goreng, karena langka dan mahal di pasaran.

Upaya pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 14 ribu per liter juga nihil. Sebab seketika itu juga minyak goreng justru hampir musnah dari pasaran.

Seolah “kalah” dari pengusaha, pemerintah lantas mencabut kebijakan HET tersebut dan hasilnya minyak goreng langsung banjir di lapangan. Tapi, harga melambung tinggi hingga dua kali lipat harga normal.

Ternyata belakangan diketahui bahwa penyebab semua ini terjadi justru berasal dari dalam pemerintahan itu sendiri.

“Rakyat njerit berpekan-pekan soal migor langka dan mahal. Dimainkan rezim,” tukasnya.

Adhie menilai, penetapan Indrasari Wisnu Wardhana sebagai tersangka memunculkan spekulasi bahwa Menteri Perdagangan M. Lutfi selama ini takut untuk menegur bawahannya itu. Alasan utamanya karena diduga ada orang kuat yang memberi perlindungan.

“Lapor RI-1? Tentu. RI-1 pasrah. Begitu anatomi korupsinya, sama dengan rezimnya yang korup,” tandas Adhie Massardi.

Sebagaimana diketahui, selain Indrasari Wisnu Wardhana, Kejagung juga menetapkan tiga orang lainnya yang merupakan produsen minyak goreng. Yaitu Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor (MPT); Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG), Stanley MA (SMA); dan General Manager General Affair PT Musim MAS, Picare Togare Sitanggang (PTS).