Diterangkan Mahfud, ada sekitar kurun waktu 2018-2021 misalnya, berdasar Special Procedures Mandate Holders (SPMH), Indonesia dilaporkan melanggar HAM 19 kali oleh beberapa elemen masyarakat, sedangkan AS pada kurun waktu yang sama dilaporkan sebanyak 76 kali, ada juga India yang juga banyak dilaporkan.

“Laporan-laporan itu ya biasa saja dan bagus sebagai bentuk penguatan peran cicil society. Tapi laporan seperti itu belum tentu benar,” tandasnya.

Perlu diketahui, bahwa Amerika Serikat mengeluarkan laporan Praktik Hak Asasi Manusia (HAM) yang dimaksudkan untuk memberikan catatan faktual dan obyektif soal status HAM di seluruh dunia. Per 2021, AS melaporkan status HAM dari 198 negara dan wilayah dunia.

Indonesia termasuk negara yang disorot AS, dalam salah satu poin laporan status HAM yang dirilis Kementerian Luar Negeri AS, tercantum catatan dugaan pelanggaran HAM terkait PeduliLindungi, aplikasi tracing COVID-19 pemerintah sebagai syarat perjalanan dan aktivitas.

Melalui laporan yang dirilis Menteri Luar Negeri AS Antony J. Blinken, menyebutkan bahwa penggunaan aplikasi PeduliLindungi berpotensi melanggar hukum terkait privasi, keluarga, rumah, atau korespondensi. Catatan tersebut mengacu pada laporan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tetapi tidak dirinci jelas nama LSM terkait.

“LSM menyatakan keprihatinan tentang informasi apa yang dikumpulkan oleh aplikasi dan bagaimana data ini disimpan dan digunakan oleh pemerintah,” terang laporan tersebut, dikutip dari 2021 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia, Jumat (15/4).

“LSM mengklaim petugas keamanan kadang-kadang melakukan pengawasan tanpa surat perintah terhadap individu dan tempat tinggal mereka dan memantau panggilan telepon,” sambung laporan Praktik HAM 2021 tersebut.