JAKARTA, HOLOPIS.COM – Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau RUU TPKS akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang TPKS oleh DPR RI saat rapat paripurna pada Selasa, (12/4).

Dengan disahkannya RUU TPKS, harapan ke depan adalah perundangan ini mampu mengakomodir hak-hak korban kekerasan seksual yang selama ini terlupakan.

Ketua Panja RUU TPKS, Willy Aditya, menjelaskan poin-poin penting dari hadirnya undang-undang tersebut.

Pertama, UU tersebut berpihak dan berperspektif pada korban.

Kedua, aparat penegak hukum memiliki payung hukum atau legal standing yang selama ini belum ada terhadap setiap jenis kasus kekerasan seksual.

“Ketiga, ini adalah kehadiran negara bagaimana memberikan rasa keadilan dan perlindungan terhadap korban kekerasan yang selama ini kita sebut dalam fenomena gunung es,” kata Willy.

“Negara hadir dalam bentuk, ketika restitusi tidak hadir, maka kemudian negara hadir dalam bentuk kompensasi. RUU ini juga memuat tentang victim trust fund atau dana bantuan korban. Ini adalah sebuah langkah maju bagaimana kita hadir dalam memberikan perlindungan kepada warga negara Indonesia,” tambahnya.

Menurutnya, pengesahan RUU TPKS juga merupakan hadiah menjelang peringatan Hari Kartini dan bukti komitmen DPR menyelesaikan RUU yang telah mandek bertahun-tahun.

“Ini adalah salah satu contoh bagaimana sebuah undang-undang direalisasikan, dimenangkan, bagaimana komitmen politik yang besar dari anggota dewan, komitemen politik yang besar dari pemerintah, serta partisipasi publik yang sangat.”

Willy mengingatkan UU TPKS adalah penantian banyak pihak, terutama para korban yang selama ini belum terlindungi.

“Ini penantian korban, penantian perempuan Indonesia, kaum disabilitas dan anak-anak Indonesia dari predator seksual yang selama ini bergentayangan,” kata dia.