“Orang pasti suka lah operasi pasar, wong dapat nama kok. Apalagi tahun-tahun politik. Tapi problem di hulunya tidak selesai. Mumpung CPO-nya sedang tinggi maka pengusaha-pengusaha sawit lebih suka ekspor dong, kebetulan harganya tinggi dan mungkin akan panjang, jadi ini merdeka yang punya sawit,” paparnya.
Bagi Eko, Kementerian Perdagangan adalah jajaran Menteri di pemerintahan Jokowi yang memiliki tanggungjawab besar terhadap penuntasan persoalan ini.
“Ini yang bertanggungjawab Kementerian Perdagangan dalam hal ini. Karena harusnya mereka sudah membaca potensi ini jauh-jauh hari karena sudah ada analisa lengkap,” tuturnya.
Pemerintah harus bisa jadi wasit yang bijak
Menurut Eko, saat ini kunci penyelesaian masalah kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng sepenuhnya ada di pemerintah. Apakah Presiden Joko Widodo dan para jajarannya yang punya tanggungjawab mampu menuntaskan persoalan ini atau tidak.
“Kita kan ada wasit, wasitnya di sini adalah pemerintah, ya kalau pemerintah sudah tidak berdaya bagaimana kita konsumen,” tandasnya.
Jika sampai pemerintah tidak bisa melawan kartel dan memaksa mereka mengontrol jumlah ekspor kelapa sawit, maka Presiden Joko Widodo dan Kabinet Indonesia Majunya akan dicap sebagai pemerintahan yang gagal dalam mengelola harga komoditas dan kebutuhan pokok rakyat.
“Karena belum ada statemen resmi dari pemerintah soal ini, ya hanya kita menjamin kestabilan bla bla bla, tapi nyatanya tidak stabil, otomatis pemerintah menunjukkan ketidakberdayaannya kepada kartel di depan masyarakat, dan gagal pemerintah Jokowi soal stabilitas harga bahan pokok ini,” tegasnya.
Oleh karena itu, Eko menegaskan bahwa hanya pemerintah yang bisa menjadi penuntas persoalan ini melalui instrumen dan kekuatannya.
“Jadi otomatis persoalannya ada di hulu di mana (mengontrol) jumlah CPO yang kita ekspor serta dari keterbatasan pemerintah mengintervensi pengusaha sawit untuk ekspor. (Intervensi pemerintah) yuk kita penuhi kebutuhan dalam negeri dulu baru ekspor, kan begitu,” tutur Eko.