JAKARTA, HOLOPIS.COM – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan hasil diskusi BI dengan para delegasi dari negara-negara yang tergabung dalam forum G20.
Dalam forum tersebut, salah satunya disepakati bahwa perlu adanya pengetatan pengawasan terhadap aset kripto. Sebab, aset digital berbasis blockchain itu berpotensi mengganggu pasar keuangan dan ekonomi global.
“G20 sepakat perlu ada kerangka pengaturan terhadap aset kripto,” ucap Perry dalam konferensi pers secara daring, Jumat (18/2).
Perry mengakui, jika perkembangan aset kripto tidak dibarengi dengan regulasi yang ketat, maka dikhawatirkan dapat mengancam stabilitas sistem keuangan dan perekonomian global.
“Kalau tidak dipantau secara baik dikhawatirkan menimbulkan instabililtas pasar keuangan global dan perekonomian,” terang Perry.
Di Indonesia, aset kripto masuk dalam kategori komoditi berjangka. Sehingga pengawasan terhadap aset kripto masuk dalam ranah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Sementara untuk regulasi perdagangan aset kripto, diatur dalam peraturan Bappebti No 2 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka
Selain itu, aturan mengenai aset kripto juga termaktub dalam Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.
Berdasarkan data dari Kemendag, pelanggan aset kripto yang terdaftar untuk bisa bertransaksi telah mencapai 11,2 juta per Januari 2022.
Sementara untuk akumulasi transaksi, tercatat di angka Rp 859,4 trilun pada 2021. Angka tersebut lebih besar dibanding transaksi di tahun 2020 yang hanya Rp 65 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa minat masyarakat untuk berinvestasi di aset kripto meningkat signifikan.
