Kasus dugaan penodaan agama Ferdinand Hutahaean
Perlu diketahui, bahwa Ferdinand Hutahaean membuat sebuah kicauan di akun Twitternya yang membandingkan tentang Allah sebagai Tuhan dan sesembahan. Ia membandingkan Allah sebagai Tuhan yang ia sembah dengan Allah yang disembah orang lain. Bahkan ia menyebut, bahwa Allah yang disembah orang lain lemah.
Meskipun pada akhirnya, tweet tersebut dihapus oleh Ferdinand karena merasa ada kegaduhan yang ditimbulkan dati tweetnya itu. Sembari ia mengklarifikasi bahwa tweet tersebut hanya untuk dirinya sendiri, tidak untuk ditujukan pada orang atau kelompok agama tertentu.
Klarifikasi atas cuitan saya yg kemudian viral, semoga semua bisa paham.
Bahwa sesungguhnya itu dialog antara pikiran dan hati saya yg sedang down. Bukan untuk menyasar kelompok tertentu, orang tertentu dan agama tertentu.
Saya mohon maaf atas ketidaknyamanan ini.
Terimakasih pic.twitter.com/a3laHEKU9I— Ferdinand Hutahaean (@FerdinandHaean3) January 5, 2022
Akibat tweetnya itu, bekas politisi DPP Partai Demokrat ini dipolisikan oleh Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama ke Dittipidsiber Bareskrim Polri. Laporan dengan nomor LP/B/007/I/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tersebut saat ini masih bergulir di Bareskrim.
“Tentu laporan telah diterima, tindaklanjutnya barang bukti yang diserahkan pelapor telah kita terima berupa postingan dan screenshoot dari akun milik yang bersangkutan, dan hal ini tentu akan didalami dan ditindaklanjuti,” kata Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan pada hari Rabu (5/1).
Ferdinand diduga melanggar Pasal 45a ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 tentang UU ITE. Dan Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 KUHP.
UU ITE
Pasal 45a ayat 2 ;
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 28 ayat 2 ;
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 14 KUHP ;
(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Bahkan saat ini statusnya sudah masuk tahap penyidikan setelah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) diterbitkan. Hal ini diutarakan oleh Ramadhan pada hari Kamis (6/1).
“Kemudian setelah menaikkan kasus yang statusnya jadi penyidikan, hari ini 6 Januari 2022 siang tadi, penyidik Siber Bareskrim telah terbitkan SPDP. Surat pemberitahuan dimulainya penyidikan,” tuturnya.