Sabtu, 18 Januari 2025

Duh! Tiongkok Bikin Harga Batubara Anjlok

JAKARTA, HOLOPIS.COM Harga Batubara Acuan (HBA) di pasar Internasional menurun USD 1,29 per ton menjadi USD158,50 per ton, setelah Desember 2021 lalu bertengger di angka USD159,79 per ton.

Anjloknya harga batubara tersebut salah satunya diakibatkan oleh naiknya produksi batubara domestik China (Tiongkok).

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agung Pribadi menyampaikan, bahwa pemerintah negeri bambu itu tengah berusaha memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.

Sebagai negara pengimpor batubara terbesar di Dunia, Tiongkok menjadi negara paling terdampak ketika adanya kebijakan larangan ekspor di negara suplier dan kenaikan harga batubara itu sendiri.

Oleh karena itu, untuk menekan hal tersebut, Tiongkok berusaha meningkatkan kapasitas produksi batubara dalam negeri.

“Pemerintah Tiongkok berusaha meningkatkan produksi batubara dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri yang berdampak pada meningkatnya stok batubara dalam negeri,” kata Agung, Kamis (6/1).

Sebelumnya, kinerja HBA cukup cemerlang sepanjang tahun 2021. Bahkan sempat mencapai level tertinggi dalam satu dekade terakhir, yakni USD215,01 per ton pada bulan November 2021.

Sekadar informasi, HBA merupakan harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15%.

HBA sendiri akan digunakan sebagai acuan pada perdagangan komoditas batubara (spot) selama satu bulan.

Secara umum, terdapat dua faktor yang memengaruhi pergerakan HBA, yakni supply dan demand. Di sisi supply atau persediaan dipengaruhi oleh faktor musim (cuaca), teknis penambangan, kebijakan negara pengekspor serta teknis pengiriman (supply chain) seperti kereta, tongkang maupun loading terminal.

Sementara di sisi demand atau permintaan, dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang dapat dikorelasikan dengan kondisi industri, kebijakan impor, serta kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.

Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.

Berita Lainnya

BERITA TERBARU

Viral