Holopis.com HOLOPIS.COM Investasi properti sejak zaman dahulu sampai dengan saat ini masih menjadi bisnis yang menjanjikan keuntungannya. Harga yang terus meningkat, menjadi hal yang paling menggiurkan ketika mereka memainkan investasi properti.

Meskipun menguntungkan, di masa kini untuk bisa berinvestasi di bisnis tersebut ternyata juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sebut saja salah satu generasi, yakni generasi milenial, menjadi generasi yang sebagian besarnya sulit untuk mengalokasikan dana mereka untuk berinvestasi di bidang properti.

Milenial dituding cenderung lebih mementingkan kebutuhan lainnya seperti pakaian, nongkrong, dan barang-barang elektronik dianggap lebih penting untuk dibeli.

Namun hal itu tidak disetujui oleh Irvin Ibrahim Siregar, seorang Digital Marketer di perusahaan startup Jakarta Selatan.

Irvin beranggapan bahwa milenial cenderung enggan membeli properti karena harga yang terlalu mahal, bukan karena lebih mementingkan kebutuhan yang lain.

“Karena harga properti yang terlalu mahal, jadi milenial lebih memilih untuk menikmati hidup di lifestyle. Untuk tempat tinggal jadinya lebih memilik rumah kontrak,” kata Irvin dalam wawancaranya dengan redaksi Holopis beberapa waktu lalu.

Irvin yang juga berasal dari kalangan milenial ini merasa harga properti di Jakarta memang bisa dibilang sangat mahal. Minimnya gaji UMR (upah minimum regional) yang mereka terima dari perusahaan tidak dapat menopang biaya hidup mereka, bahkan gaya hidup yang sederhana sekalipun.

Terlebih, kata Irvin, milenial saat ini dituntut untuk memiliki pekerjaan tambahan agar dapat membeli rumah, itupun secara perlahan.

“Kalau untuk sandang pangan, dan tidak termasuk rumah dan pengeluaran lain mungkin cukup, tapi untuk membeli properti harus ada pekerjaan lain untuk membantu,” tuturnya.

Padahal, Irvin beranggapan bahwa gaji yang ia terima termasuk cukup di Ibukota Jakarta. Namun itupun tidak mencukupi untuk membeli properti.

Terkait dengan milenial yang kesulitan membeli properti, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam salah satu postingannya di media sosial menyampaikan bahwa usia produktif justru momen yang tepat untuk menabung dana properti.

“Menunda membeli rumah hanya akan memperberat dana yang perlu dikumpulkan, jika tidak berinvestasi pada instrumen yang memberikan return lebih tinggi daripada kenaikan harga rumah,” tulisnya.

Postingan OJK
Postingan OJK Di Media Sosial Terkait Investasi Properti.

Meskipun milenial sebenarnya tidak ingin menunda membeli properti, sebagai milenial yang bekerja dan tinggal di Jakarta, Irvin mengatakan bahwa jika mampu membeli properti, milenial hanya sanggup membeli rumah di luar di Jakarta.

“Harga property sangat mahal. Kalaupun ada mungkin di luar kota Jakarta seperti Bogor, Depok, dll,” ungkapnya.

Sementara itu, CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengungkapkan, tren yang biasa di kalangan milenial saat ini di investasi properti sebenarnya lebih banyak mereka masih menyasar rumah yang berada pada tarif Rp 500 juta sampai dengan Rp 1 Miliar. Namun, investasi tersebut ternyata bukan sepenuhnya diraih dari penghasilan si kaum milenial.

“Yang menarik dari generasi milenial adalah mereka tak membeli sendiri hanya 40 persen, kemudian sisanya biasanya dibantu orang tua,” tukasnya.