JAKARTA, HOLOPIS.COM – Direktur eksekutif Komite Pemberantasan Mafia Hukum (KPMH) Habib Muannas Alaidid memberikan respon tentang rencana pembacaan mosi tidak percaya oleh Koalisi Persaudaraan dan Advokasi Umat (KPAU) kepada persidangan kasus dugaan unlawful killing dalam tragedi tewasnya 6 (enam) orang anak buah Habib Rizieq Shihab di KM50 Jakarta-Cikampek 7 Desember 2020 silam.
Ia menilai bahwa kelompok tersebut tidak perlu dipercaya. Hal ini karena dilihat dari latar belakang mereka yang berasal dari kumpulan organisasi terlarang di Indonesia.
“KPAU isinya sebagian adalah mereka yang pernah tergabung di HTI dan FPI. parahnya koalisi ini diketuai oleh Ahmad Khozinudin, aktivis HTI yang pernah menjabat sebagai direktur bantuan hukum HTI. Setahu saya dia adalah tersangka dalam kasus tulisan Nasruddin Joha,” kata Muannas kepada wartawan, Sabtu (23/10).
Dikatakan Muannas, Nasruddin Joha adalah tokoh anonim yang dipakai dirinya diduga untuk menyebarkan berita bohong dan kebencian bernada SARA, kasusnya sudah tahap 2 ke Kejaksaan dari siber Bareskrim Polri, tinggal penyerahan barang bukti dan tersangka,
“Mestinya dia (Khozin) sudah ditangkap dan ditahan, tapi saya tidak tahu tindak lanjutnya. Jadi kalau dia mau bicara penegakkan hukum harusnya ditangkap dan ditahan aja dia, apalagi ancaman pidana di kasusnya lebih dari 5 tahun,” imbuhnya.
Di dalam agenda pembacaan nota tidak percaya itu muncul nama Habib Novel Chaidir Hasan Bamukmin atau Novel Bamukmin. Salah seorang juru bicara di Dewan Tanfidzi Nasional Persaudaraan Alumni 212 (DTN PA 212).
Di organisasi Front Pembela Islam (FPI) pimpinan Ahmad Sobri Lubis saat itu, Novel adalah Sekretaris FPI DKI Jakarta. Sayangnya, ormas FPI dilarang oleh pemerintah melalui 6 (enam) lembaga negara.
“Kalau Novel Bamukmin kita tahu dia mantan sekretaris FPI DKI dan ke 2 ormas ini (FPI dan HTI) semua sudah dibubarkan dan dilarang menurut hukum yang berlaku, makanya siapa yang mau dengarkan ada kader ormas terlarang buat seruan ?,” ujarnya.
Sementara itu, ada dua tokoh yang muncul dalam rencana pembacaan nota keberatan tersebut adalah Eggi Sudjana dan Marwan Batubara.
Menurut Muannas, kedua orang tersebut adalah murni barisan orang-orang yang sakit hati karena faktor politik praktis semata.
“Sedang Eggi Sudjana dan Marwan Batubara ini barisan sakit hati, hobi tunggangi isu apalagi bisa dipakai untuk menyerang pemerintah,” tandasnya.
Hormati proses hukum
Menurut advokat yang juga kuasa hukum kedua perwira polri dalam kasus dugaan unlawful killing, yakni Briptu Fikri Ramadhan (FR) dan Ipda M Yusmin Ohorella (MYO) ini menyebut, bahwa sebaiknya semua pihak menghormati proses hukum yang ada. Jika ada keberatan yang ingin disampaikan sebaiknya bisa disalurkan melalui mekanisme persidangan yang berjalan.