SULTRA, HOLOPIS. COM – Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Tenggara telah menerbitkan Daftar Pencarian Orang untuk Dirut PT. Toshida Indonesia (TI) La Ode Sinarwan Oda sudah berstatus buronan.
Hal tersebut ditegaskan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Sardjono Turin dikarenakan tersangka tidak mempunyai itikad baik untuk memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik.
“Tiga kali dipanggil sebagai tersangka, tapi tidak pernah dipenuhi sehingga dimasukan Daftar Pencarian Orang (DPO) alias Buronan,” kata Turin saat dihubungi, Minggu (25/7).
Panggilan pertama, Kamis (17/6), panggilan kedua, Rabu (23/6) dan terakhir, awal Juli 2021.
La Ode ditetapkan tersangka dalam kasus Penyalahgunaan Kawasan Hutan dan Persetujuan Rrncana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT. Toshida Indonesia.
Tersangka dijerat Pasal 2 ayat I dan Pasal 3 UU Tipikor No: 31/1999 sepetlrti diubah dengan UU No: 20/2001. Ancaman hukuman seumur hidup dan atau paling lama 20 tahun.
La Ode dijadikan tersangka, karena diduga tidak melunasi kewajiban PNBP Penggunaan Kawasan Hutan (PKH) seluas 5, 265, 70 ha, di Kecamatan Tanggetada, Kolaka sebesar Rp151, 901 miliar.
Sementara itu, terkait gugatan pra Peradilan yang diajukan tersangka dengan menyampaikan bukti surat Jaksa Agung, yang dijadikan alasan tersangka mengajukan praperadilan (Prapid) adalah bukti surat pencegahan yang diterbitkan Jaksa Agung Muda Intelijen atas nama Jaksa Agung.
“Surat cegah dikeluarkan, sebab dia sudah berstatus tersangka, ” tegasnya.
Surat Cegah diajukan ke Menkumham, 14 Juni 2021 atas permohonan Kajati Sultra, No: R. 774/D/Dip. 4/06/2021, tanggal 14 Juni.
Bahkan, terhadap tersangka telah dimasukan DPO, karena 3 kali dipanggil, tidak pernah dipenuhi.
Surat Penetapan DPO No: 541/P.3//Fd. 1/07/2021, tanggal 13 Juli 2021.
Terakhir, Kejati Sultra menerbitkan Surat Perintah Penangkapan No: Print-01/P.3/Fd.1/07/2021, 13 Juli 2021.
Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) No: Print-03/P.3/Fd.1/05/2021, tanggal 10 Mei 2021 dan Sprindik No: Print-3a/P.3/Fd.1/06/2021, 17 Mei 2021.
Selain La Ode, Kejati Sultra telah menetapkan pula sebagai tersangka Umar (GM. PT. TI), Burhanuddkn (Eks. Plt Kadis ESDM Pemprov Sultra) dan Yasmin (Kabid Minerba ESDM Pemprov Sultra.
Berbeda dengan La Ode, Umar dan Burhanuddin memenuhi panggilan pertama, Kamis (17/6) dan ditahan.
Satu tersangka lagi, Yasmin ditahan, Senin (28/6).
Perkara ini diselidiki sejak 25 Januari 2021 sesuai Surat Perintah Penyelidikan No:SP.OPS-05/P.3/Dek.1/01/2021.
Kasus ini diketahui berawal tahun 2007, PT Toshida mendapat IUP Pertambangan biji nikel seluas 5, 265, 70 ha Hektar dari Bupati Kolaka. Pada tahun 2010 diberi lagi ijin IUP Operasi produksi dengan luasan yang sama.
Pada tahun 2009, PT. Toshida juga menerima persetujuan IPPKH dari Dirjen planologi dengan luas 5.265, 70 Hektar dengan kewajiban membayar PNBP-PKH.
Belakangan terungkap, sejak tahun 2010 sampai 2020, PT. Toshida dengan sengaja tidak melaksanakan kewajibannya membayar PNBP-PKH sejumlah Rp151, 901 miliar.
Padahal, Manajemen Toshida sudah diberi teguran 1,2 dan 3 dan peringatan 1,2 dan 3.
Akibat terus membandel, pada 30 November 2020 IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan PT. Toshida Indonesia dicabut melalui keputusan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia.
Namun, meski IPPKH sudah dicabut, PT. Toshida masih melakukan penjualan ore nikel secara illegal sebanyak 4 kali, dengan estimasi awal senilai Rp75 miliar.
Pelanggaran hukum ini diduga juga bisa terjadi karena diduga ada kerja sama dengan pihak Oknum Pejabat Dinas ESDM Pemprov Sultra.
Para oknum-oknum Pejabat ESDM Sultra diduga mengeluarkan dan menyetujui pengajuan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Belanja) PT. Toshida Indonesia.
Seharusnya Oknum Pejabat ESDM Sutra tidak melakukan itu, karena banyak kewajiban PT. Toshida terhadap negara belum dibayarkan.
Kewajiban tersebut, mulai PNBP-PKH, PSDH-DR, Jaminan Reklamasi dan Program Pemberdayaan masyarakat.