JAKARTA, HOLOPIS.COM – Habib Rizieq Shihab (HRS) menjalani sidang pleidoi di Pengadilan Jakarta Timur, sebagai terdakwa dalam kasus swab test RS UMMI, Bogor, Jawa Barat.
Dalam pleidoi nya, HRS menceritakan pertemuannya dengan Kepala BIN Budi Gunawan dan Mantan Kapolri yang saat ini menjadi Mendagri Tito Karnavian di Arab Saudi.
Pada awal Juni 2017, ia bertemu langsung dengan Budi Gunawan bersama timnya. Pertemuan itu berlangsung di satu Hotel Berbintang Lima di Kota Jeddah-Arab Saudi.
Pertemuan itu, kata dia, menghasilkan beberapa kesepakatan. Di antaranya untuk menyetop semua kasus hukum yang menimpa dirinya bersama rekan-rekan yang lain.
“Sehingga tidak ada lagi fitnah kriminalisasi, dan sepakat mengedepankan dialog dari pada pengerahan massa, serta siap mendukung semua kebijakan Pemerintahan Jokowi selama tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam dan konstitusi negara Indonesia,” katanya.
HRS menambahkan, dari pertemuan tersebut dibuat kesepakatan yang ditanda-tangani olehnya dan Komandan Operasional BIN kala itu, Mayjen TNI (Pur) Agus Soeharto di hadapan Budi Gunawan.
“Kemudian surat tersebut dibawa ke Jakarta dan disaksikan serta ditandatangani juga oleh Ketua Umum MUI Pusat Ma’ruf Amin yang kini menjadi Wakil Presiden RI,” ujarnya.
Adapun pertemuan dengan Tito Karnavian terjadi sebanyak dua kali saat di Mekkah pada tahun 2018. Pertemuan itu digelar di salah satu Hotel di dekat Masjidil Haram Kota Suci Mekkah.
“Dalam dua kali pertemuan tersebut saya menekankan bahwa saya siap tidak terlibat sama sekali dengan urusan politik praktis terkait Pilpres 2019,” katanya.
Ia mengajukan tiga syarat untuk mengabulkan kesepakatan tersebut. Permintaan pertama, agar para penista agama seperti Abu Janda, Ade Armando, Denny Siregar, dan semua yang menista agama untuk diproses hukum.
“Mereka yang sering menodai Agama dan menista Ulama juga harus diproses hukum, sesuai dengan prinsip equality before the law sebagaimana dimanatkan UUD 1945,” katanya.
Permintaan kedua, yakni untuk menyetop kebangkitan PKI di Indonesia. Ia meminta kepada Tito agar Amanat TAP MPRS RI No XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran dan Pelarangan PKI harus dijalankan dengan tegas.
Permintaan terakhir, agar menghentikan penjualan aset negara ke asing. Ia meminta agar semua aset dan kekayaan negara sebesar-besarnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
“Lalu khusus pribumi Indonesia perlu diberi kesempatan bersaing yang sehat dengan Asing mau pun aseng agar bisa jadi tuan di negeri sendiri dengan tanpa bermaksud diskriminasi,” ujarnya.
Namun semua kesepakatan tersebut kandas. Hal itu diakibatkan adanya operasi intelijen hitam berskala besar yang berhasil mempengaruhi Pemerintah Saudi. Hal itu juga membuat dirinya dicekal dan tidak bisa pulang ke Indonesia.
“Saya tidak tahu apakah eks Menko Polhukam RI Wiranto dan Kepala BIN Budi Gunawan serta Tito Karnavian yang mengkhianati dialog dan kesepakatan, serta mereka terlibat dalam operasi intelijen hitam berskala besar tersebut,” tandasnya.
Follow channel WhatsApp Holopis.com.
Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.