JAKARTA, HOLOPIS.COM – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Habiburokhman memilih tidak mengambil sikap asumtif terkait dengan polemik yang terjadi di internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Khususnya dalah perkara pro dan kontra Tes Wawasan Kebangsaan (KPK) yang membuat penyidik senior Novel Baswedan tak lolos seleksi alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) seperti ribuan pegawai KPK lainnya.
“Kami memilih untuk tidak berasumsi hanya berdasar prasangka,” kata Habiburokhman kepada wartawan, Minggu (6/6).
Ia juga memilih mengajak semua bangsa Indonesia untuk mendoakan yang terbaik bagi lembaga antirasuah itu. Yakni agar tetap bisa menjalankan kerja-kerja konkretnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
“Lebih baik kita kawal dan doakan agar KPK tetap maksimal seperti setahun belakangan ini dimana pencegahan, edukasi dan penindakan bisa berjalan dengan baik,” ujarnya.
Habiburokhman juga menilai bahwa tudingan bahwa KPK saat ini kental sekali nuansa politiknya adalah bukan hal baru. Sepanjang dinamika KPK berkiprah, lembaga antirasuah itu acap kali dicap sebagai lembaga yang politis sekali dalam melakukan penindakan tindak pidana korupsi.
Sebut saja saat KPK menggarap mantan politisi Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
“Waktu Pak Anas Urbaningrum dipersangkakan, juga ada narasi pengusutan tersebut kental nuansa politik sampai muncul istilah ‘nabok nyilih tangan’,” tandasnya.
Pun demikian, ia pun mengharapkan polemik tentang 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK dalam seleksi alis status menjadi ASN bisa diselesaikan secepat mungkin dengan berbagai pertimbangan yang solutif dan konstruktif.
“Jika pihak terkait bisa duduk bersama, kita masih berpeluang merumuskan solusi konkret bagaimana menyelamatkan 75 orang tanpa perlu mendiskreditkan pimpinan KPK,” pungkasnya. (MIB)