JAKARTA, HOLOPIS.COM – Energi terbarukan di Indonesia sangat melimpah. Indonesia tidak perlu membangun pembangkit tenaga listrik nuklir (PLTN) untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional.
Demikian disampaikan pengkampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia, Didit Haryo Wicaksono, dalam program Ruang Tamu HOLOPIS.COM yang digelar pada, Sabtu (5/6/2021).
“Kita punya energi terbarukan yang sangat besar. Misal Matahari, kita bandingkan dengan Inggris. Tahun lalu Inggris mereka empat musim, dari 350 hari, 208 harinya pakai energi matahari. Kenapa kita tidak fokus ke sana saja pakai energi terbarukan, tapi malah pilih ide gila untuk penuhi kebutuhan listrik kita,” kata Didit.
Untuk wilayah pulau Jawa, Didit menyebut ketersediaan stok listrik sudah melimpah. Kekurangan pasokan listrik terjadi di wilayah luar pulau Jawa terutama di Indonesia bagian timur. Namun solusi pemerintah yang ingin membangun PLTN untuk memenuhi kebutuhan listrik tersebut, bukan solusi yang tepat.
“Perintah kabarnya akan membangun PLTN di Kalimantan Utara. Menurut saya ini adalah solusi palsu. Nuklir sampai saat ini kenapa banyak di negara2-negara lain ditinggalkan, karena mahal biayanya, Ironisnya itu dianggap solusi bagi negara kita,” ujarnya.
Didit juga mengingatkan potensi kecelakaan atau kerusakan dari PLTN yang sangat membahayakan.
“Misal kejadian yang di Fukshima kemarin itu, harga eksternalitasnya juga harus dihitung. Kalau misal ada kecelakaan apakah kita siap. Kita 15 tahun ngurus lapindo aja sampai saat ini masih keluar,” katanya.
“Matahari adalah energi gratis yang diberikan Tuhan, tinggal kita mau manfaatkan atau tidak. Itu potensi yang bisa kita kembangkan dan manfaatkan saat ini. Dibanding dengan menggunakan batubara atau nuklir. Kita negara kepulauan besar yang punya potensi energi angin yang tak kalah besarnya. Kita negara punya energi air microhydro, macrohydro sangat besar. Ini tantangan pemerintah sebenarnya, mau tidak menghadirkan solusi dan teknologinya. Kalau ini bisa dilakukan, saya yakin kita bisa segera keluar dari penggunaan energi batubara. Bukan masalah kita bisa atau tidak, tapi kita mau atau tidak?
Masalahnya lingkaran pemerintah saat ini banyak yang bergantung hidupnya pada energi batubara,” pungkas Didit.