JAKARTA, HOLOPIS.COM – Rektorat Universitas Pertahanan (Unhan), membantah pengamat pertahanan Connie Rahakundini Bakrie berasal dari Unhan.
Hal itu ditegaskan oleh Wakil Rektor I Bidang Akademik Kemahasiswaan Unhan, Mayjen TNI Dr. Jonni Mahroza.
“Bu Connie bukan dosen analis dari Unhan,” tegas Jonni saat dihubungi wartawan, Kamis (3/6/2021).
Jonni menambahkan, Connie merupakan dosen dari Universitas Indonesia, dan tidak ada sangkut paut dengan Unhan.
“Wah ini ngaku ngaku aja mas, bukan orang Unhan. Beliau dosen UI,” ujar Jonni.
Nama Connie sebelumnya menjadi perbincangan karena statemennya terkait mafia alutsista.
Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan dukungan parlemen terhadap kebutuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI untuk menjaga kedaulatan bangsa dan negara Indonesia. Namun demikian, pemenuhan kebutuhan alutsista itu harus sesuai dengan karakteristik wilayah dan kebutuhan nasional.

Puan
Ketua DPR RI Puan Maharani (ist)

“DPR RI mendukung dan mendorong kebutuhan alutsista untuk Republik Indonesia harus sesuai karakteristik kewilayahan dan potensi ancaman yang dihadapi,” kata Puan, saat memberikan kuliah umum di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal), Jakarta, Rabu (2/6/2021) kemarin.
Puan menyampaikan hal itu sekaligus untuk menanggapi rancangan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024 (Alpalhankam). Rancangan itu menuai perhatian luas karena nilai kebutuhannya mencapai Rp 1.788 triliun.
Menurut Puan, rancangan Alpalhankam itu akan dibicarakan DPR RI melalui Komisi I. Dia menilai kebutuhan alutsista TNI harus diperbarui dan dimodernisasi dengan merujuk pada rencana strategis Minimum Essential Force (MEF) yang akan berakhir pada 2024.
“Akan kami bicarakan melalui Komisi I, apa sih yang dibutuhkan oleh TNI? Nggak bisa lagi pengadaan alutsista tidak sesuai kebutuhan dan karakteristik wilayah negara,” ujar mantan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan tersebut.
Puan menegaskan, pemenuhan kebutuhan alutsista harus disesuaikan degan kebutuhan dan karakteristik negara.
“Harus sesuai karakteristik, potensi ancaman, dan geopolitik,” ujar Puan.
“Sejak peristiwa KRI Nanggala, saya minta dan usulkan agar alutsista apa yang akan kita beli bukan barang bekas,” sambung putri mendiang Taufiq Kiemas ini.
Selain itu, Puan menyampaikan bahwa membangun pertahanan negara membutuhkan cara pandang geopolitik yang menempatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan. Sehingga kebijakan strategis pertahanan negara juga diarahkan pada pembangunan pertahanan maritim Indonesia.
“Maka pembangunan kekuatan TNI AL sebagai komponen utama pertahanan negara di laut, sekaligus sebagai salah satu komponen kekuatan maritim, adalah suatu kebutuhan dalam pembangunan pertahanan Negara,” ungkap Puan.
Dia menegaskan, DPR RI mendukung upaya membangun kekuatan TNI untuk melaksanakan pertahanan negara. Menurut Puan, salah satu upaya negara untuk memenuhi ketersediaan peralatan pertahanan adalah dengan memperkuat Industri Pertahanan sesuai UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
“Kekuatan pertahanan negara juga sangat membutuhkan sumber daya manusia, prajurit TNI, yang tidak hanya andal tetapi juga memiliki rasa cinta tanah air yang tinggi,” tandas politisi PDI Perjuangan tersebut.