JAKARTA, HOLOPIS.COM – Mahkamah Agung (MA) menyatakan Astra Honda Motor dan Yamaha Indonesia tetap bersalah melakukan kartel harga motor skuter. MA menolak pengajuan Peninjauan Kembali (PK) kasus tersebut.
“Amar putusan Tidak Dapat Diterima,” demikian bunyi amar putusan PK yang dilansir website MA, Kamis (29/4/2021).
Duduk sebagai ketua majelis dalam kasus ituadalah Prof Takdir Rahmadi dengan anggota Dr Nurul Elmiyah dan Dr Rahma Yuliati. Sementara sebagai panitera pengganti Selviana Purba dan diputus pada 21 Februari 2021.
Kasus dugaan kartel harga motor skuter ini sudah berlangsung cukup lama. Semua bermula dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus adanya praktik kartel sepeda motor skuter matik 110-125 cc di Indonesia. Praktik ini mengakibatkan harga jual motor tipe skuter ke konsumen melambung tinggi. Konsumen jadi pihak yagng dirugikan
Setelah menggelar serangkaian sidang, KPPU pada 20 Februari 2017 memutuskan benar telah terjadi praktik kartel antara Honda dan Yamaha. Sebagai hukumannya, Yamaha dihukum denda Rp 25 miliar, sedangkan Honda dihukum Rp 22,5 miliar.
Sesuai dengan Pasal 47 ayat (2) huruf g UU No 5 Tahun 1999, pelaku kartel dapat dikenai sanksi tindakan administratif berupa pengenaan denda minimal Rp 1 miliar dan maksimal Rp 25 miliar.
Saat itu ada tiga barang bukti yang diajukan bahwa telah terjadi kartel antara dua merek sepeda motor terbesar di Indonesia itu. Yang pertama pertemuan petinggi Yamaha-Honda di lapangan Golf serta dua e-mail dari petinggi Yamaha-Honda di Indonesia pada 28 April 2014 dan 10 Januari 2015.
Meski antara Yamaha dan Honda tidak ada bukti tertulis soal kesepakatan harga, KPPU menilai hal itu bukan syarat mutlak adanya kartel
Tak puas dengan keputusan KPPU, Yamaha-Honda mengajukan permohonan banding ke PN Jakut. Pada 5 Desember 2017, PN Jakut menolak upaya banding tersebut. PN Jakut memutuskan menguatkan keputusan KPPU
Yamaha-Honda tidak terima dan mengajukan kasasi. Pada 23 April 2019, MA menolak kasasi Honda-Yamaha, Perkara Nomor 217 K/Pdt.Sus-KPPU/2019 itu diadili oleh ketua majelis Yakup Ginting dengan anggota Ibrahim dan Zahrul Rabain.
Dua tahun berselang, keduanya memilih mengajukan PK. Tapi usaha itu tidak membuahkan hasil.
Temukan kami di Google News. Jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.