JAKARTA, HOLOPIS.COM – Ketika berbicara pemikiran filsuf Perancis Gilles Deleuze, pasti kita akan dibawa untuk memasuki dunia sinema/film, filsafat, dan hubungan di antara keduanya. Bagi Deleuze, pemikiran adalah perihal bagaimana kita membuat relasi antara satu dengan yang lain dan hal tersebut berlangsung dalam sebuah area yang imanen, tak ada yang lebih tinggi, lebih agung dan lebih besar di antara satu dan yang lain.
Selain itu, relasi tidaklah hadir sebagai sesuatu yang niscaya, melainkan harus dibuat dalam pikiran, dan dalam proses pembuatan relasi mestilah dibangun di antara konsep dan imaji. Bagi Deleuze, konsep terwakili melalui filsafat, sementara imaji terwakili melalui sinema/film.
Berikut ini adalah daftar film yang cocok untuk dijadikan teman berkontemplasi dalam memahami dan memaknai kehidupan.
1.’The Platform’
Film debut garapan sutradara Spanyol Galder Gaztelu-Urrutia ini mengusung tema tentang kesenjangan sosial lewat potret cerita fiksi di dalam sebuah penjara yang dikemas dengan cukup menarik.
Secara sederhana, The Platform memotret tentang kesenjangan sosial, kala mereka yang berada di bawah berjuang untuk bertahan hidup dari kelaparan hingga bisa menjadi ‘buas’. Sementara yang berada di atas bergelimang segala ‘kemewahan’ diliputi ketamakan dan keserakahan.
Di satu sisi, kisah ini juga mencoba berbicara tentang kebobrokan suatu sistem hingga munculnya gerakan perlawanan.
Perputaran roda kehidupan manusia pun menjadi satu tema khusus tentang bagaimana mereka menghadapi situasi ketika berada di atas ataupun terpuruk di bawah.
Secara garis besar, sang sutradara mengemas kisah ini dengan konsep menarik. Genre horor-thriller yang diusung Gaztelu-Urrutia pun cukup sukses membuat intensitas emosi penonton larut.
2. The Man from Earth
Dalam Film ini John Oldman adalah seorang profesor hebat di salah satu universitas ternama. Ketika itu Oldman, mengadakan pesta perpisahan pindah rumah bersama sahabat dosennya. Namun semua berubah menjadi perdebatan seru ketika John Oldman menceritakan jati dirinya bahwa ia adalah manusia gua yang berumur 14.000 tahun. Apakah semua hal yang diceritakan John Oldman benar? Atau hanya pemantik diskusi filososfis antar dosen semata?
Selain script yang kuat, banyak hal menarik lain yang menjadi pendukung film ini. Latar tempat yang digunakan sangat sederhana, yaitu hampir 90% berada di lokasi ruang tamu dekat api Unggun. Meskipun jajaran castnya tidak bisa dibandingkan dengan film sci-fi blockbuster berbudget besar, film ini mampu membawa suasana, khususnya David Lee Smith yang memerankan John Oldman yang bermuka datar namun keras kepala memegang teguh prinsipnya bahwa semua yang dikatakannya itu benar. Meski sangat sederhana, film ini juga mempunyai twist ending yang cukup berkesan di hati para penontonnya.
3. Mr. Nobody
Film ini menceritakan kisah Nemo, seorang lelaki berusia 117 tahun yang juga merupakan manusi tertua terakhir di bumi. Cerita film ini mengambil setting tahun 2092, dimana pada tahun itu sudah banyak penemuan yang dapat memperbaharui sel-sel. Nemo tinggal di masa depan yang cerah dengan berkawankan banyak orang. Suatu hari Mr.Nobody diceritakan tak akan hidup lama lagi, dan seketika itu seluruh dunia mengalihkan seluruh perhatian padanya. Mereka juga penasaran, kenapa ia bisa hidup sampai selama itu, akan tetapi Nemo tidak bisa memberikan jawaban. Ia hanya bisa berkata bahwa ia tak ingat apapun tentang masa lalunya.
Film berdurasi 2,5 jam ini mengingatkan kita mengenai pilihan-pilihan yang seringkali dihadapkan pada hidup. Setiap pilihan, akan mengantarkan kita pada nasib yang berbeda-beda. Betapa sebuah peristiwa sederhana kadangkala menentukan nasib kita secara keseluruhan, atau ketidaktahuan kita bahwa pertemuan dengan seseorang bisa menjadikan kita pribadi yang berbeda di masa mendatang.
Nilai yang ingin disampaikan dalam hidup ini adalah: setiap pilihan memiliki resiko, akan tetapi pilihan adalah sesuatu yang hanya bisa kita ambil salah satunya dan memaknai berbagai dampak serta konsekuensi dari pilihan tersebut.
4. Spring, Summer, Fall, Winter…and Spring
Pemenang Grand Bell Awards untuk kategori Best Film ini adalah sebuah sajian yang mengetengahkan ajaran-ajaran Buddhisme dalam kehidupan manusia. Film ini merupakan garapan sutradara Kim Ki-duk yang konon katanya sering melahirkan film yang menuai kontroversi dan mengandung unsur spitiual.
film-film karya Kim Ki-duk selalu mendapat tanggapan positif dari para kritikus. Kim Ki-duk sendiri menyatakan bahwa lewat film ini dia ingin menunjukkan rasa bahagia, amarah, penderitaan dan kenikmatan yang dilalui oleh kehidupan manusia. Untuk itu ia menggambarkannya lewat keseharian seorang biksu yang tinggal di sebuah kuil terapung di tengah Danau Jusan.
Dalam penceritaannya, film ini dibagi menjadi lima segmen sesuai dengan judulnya, yaitu Spring, summer, fall, winter, lalu berputar kembali ke spring.
5. The Fountain
Disutradarai oleh Darren Aronofsky, The Fountain membawakan tema tentang spiritualitas, keabadian, kehidupan, kematian, dan cinta yang abadi. Dalam film ini, Hugh Jackman memerankan Tommy, seorang pria yang sedang melakukan operasi eksperimental pada monyet dengan harapan menemukan obat untuk istrinya, Izzi (Rachel Weisz), yang sedang sekarat.
Di sela-sela cerita itu, muncul cerita lain di mana Hugh adalah seorang penakluk Spanyol yang diutus oleh Rachel untuk menemukan pohon kehidupan yang getahnya bisa membawa keabadian. Kemudian dalam cerita ketiga, Hugh ditempatkan sebagai astronot yang mengambang di luar angkasa bersama The Tree of Life. Dia percaya bahwa Izzi adalah bagian dari pohon itu dan begitu dia mencapai Xibalba Nebula, dia akan dipersatukan kembali dengannya.
Ilmuwan, penakluk, dan penjelajah, ketiga cerita ini menyatukan karakter Hugh Jackman yang menolak untuk melihat kematian sebagai musuh yang harus dikalahkannya. Dalam setiap cerita tersebut, ia juga merindukan cinta yang ada di hadapannya, sekaligus bersikeras untuk mencoba mencapai berbagai mukjizat untuk mendapatkannya.
6. The Tree of Life
Dunia terlihat indah di mata Jack ketika masih kecil. Karena ia melihat dunia ini dari mata ibunya yang penuh kasih. Akan tetapi saat usianya bertambah, Jack mendapatkan pendidikan yang berbeda sama sekali dari ayahnya. Semua yang terlihat indah pada mulanya, mulai memudar digantikan oleh kesuraman.
Pengalaman Jack pada saat kecil ini terus terbawa sampai ia dewasa. Pelan namun pasti, Jack mulai memahami kehidupan dari sudut pandangnya dan mulai bisa memaafkan ayahnya, untuk kemudian mulai memulai dan mennyusuri jalan hidupnya.
The Tree of Life datang dengan cerita yang sederhana, berupa pertanyaan untuk apa dan apa tujuan kita hidup di muka bumi ini?
Dari pertanyaan sederhana itulah, sang sutradara Terrence Malick membawa kita pada proses bumi tercipta, simbolik proses kelahiran hingga pertemuan terakhir manusia di alam barzah.
Secara keseluruhan film ini berisi 80% visual dengan narasi minim. Akan tetapi kita akan dimanjakan dengan visualisasi yang detail sekaligus indah. Dari segi isi film sendiri, kita bisa mempelajari banyak hal tanpa harus merasa digurui. Film ini mengajak kita melihat kehidupan dari sebuah potret keluarga. Mengangkat nilai bahwa tanpa keluarga, tidak akan ada sebuah kehidupan.
7. Irrational Man
Film ini bercerita mengenai seorang profesor Filsafat yakni Abe Lucas yang bekerja yang menjalannkan profesinya sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi dengan lokasi terpencil. Setibanya di kampus, ia mulai berhubungan dengan Parker Posey. Meskipun Abe terlihat baik-baik saja, ia sebetulnya sedang terlibat krisis kepribadian dan berada di bawah depresi. Ia mengungkapkan bahwa ia tak lagi bisa menulis, tak lagi bisa bernafas, tak bisa mengingat alasan hidup dan tidak yakin terhadap apa yang dia lakukan saat ini.
Namun, dunia-nya seolah hidup kembali ketika ia berkenalan dengan seorang mahasiswi cantik bernama Jill Pollard. Akan tetapi ia tak mau membawa hubungan mereka ke dalam jenjang yang lebih serius.
Cerita dalam film ini lebih menekankan dan menghadapkan kita pada teka-teki tentang moral. Menarik untuk menyaksikan seorang pria yang sedang mengalami krisis karakter, yang akan membawa kamu masuk untuk menelisik lebih dalam kepada hal-hal filosofis yang ia gunakan.
8. life of pi
Film peraih nominasi Oscar ini diadaptasi dari novel berjudul sama karya Yann Martel. Disutradarai oleh Ang Lee, Life of Pi menceritakan kisah karakter Pi Patel menemukan cara untuk bertahan hidup di sebuah sekoci yang mengapung di tengah perairan. Perjuangannya melawan maut semakin menegangkan karena ditemani oleh seekor hyena dan harimau Benggala jantan.
LIFE OF PI adalah film yang luar biasa. Ang Lee, sutradara kelas Oscar asal Taiwan, berhasil menyajikan film yang diadaptasi berdasar novel Yann Martel ini dengan segenap perasaan. Sehingga penonton pun bisa turut merasakan guratan perasaannya.
9. Life Is Beautiful
Film ini dimulai dengan mengambil latar belakang kehidupan masyarakat Italia di tahun 1939 yang kala itu terjadi perang dunia kedua. Film ini disutradarai oleh Roberto Benigni yang juga berperan ganda sebagai tokoh utama sebagai Guido seorang warga italia berdarah Yahudi. Cerita dimulai saat Guido bertemu dengan Dora secara tidak sengaja.
Life is Beautiful adalah film yang menyenangkan dan menyentuh untuk disaksikan. Sosok Guido adalah benar-benar contoh individu yang proaktif dan tidak pernah melihat suatu kejadian dari sisi negatif dan berusaha menghadapinya dengan senyuman dan candaan. Bahkan ia juga berusaha sekuat tenaga membuat orang di sekitarnya tidak larut dalam kesedihan dan ikut tertawa dengannya.
10 . Into The Wild
Into The Wild adalah sebuah film drama biography yang menceritakan tentang pencarian jati diri seorang pemuda. Ia melakukan petualangan yang mungkin sulit untuk diikuti oleh pemuda lainnya atau petualang-petualang lainnya. Ia menamakannya dengan sebutan Supertramp (Petualang Super), yang menjadi nama belakang dari namanya yang berubah dari Christoper MacCandless menjadi Alexander Supertramp. Alex, begitu kemudian ia banyak disebut, menuju petualangannya yang ekstrim menuju Alaska.
Menonton film ini, kita akan diajak untuk merasakan emosional yang terjadi. Hal ini mungkin karena Into The Wild diangkat dari kisah nyata dari buku yang berjudul sama. Kisah tragis seorang pemuda idealis, yang berpikiran bahwa semua yang ada hari ini tidaklah begitu penting lagi. Yang terpenting baginya ialah kembali ke alam, menyatu dengan alam yang ada. Uang, gelar, dan lain-lain bukanlah suatu ukuran kebahagiaan lagi. Tapi kembali ke alam adalah kebahagian sesungguhnya, apapun yang terjadi. Dan Chris atau Alex melepaskan semua yang ada pada dirinya dan lalu mengejar kebenaran yang diyakininya.
Urgensi ‘Filsafat’ dalam Kehidupan: Berikut 10 Rekomendasi Film yang membuat kamu ‘Berkontemplasi’
Temukan kami di Google News, dan jangan lupa klik logo bintang untuk dapatkan update berita terbaru. Silakan follow juga WhatsApp Channnel untuk dapatkan 10 berita pilihan setiap hari dari tim redaksi.