JAKARTA, HOLOPIS.COM – Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule menilai, bahwa penerbitan Surat Keputusan (SK) oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan nomor 590/20 Tahun 2021 menjadi awal mula Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo bergejolak.
Di mana puluhan orang kini ditangkap setelah menolak proyek pembangunan Bendungan Bener, yang salah satunya adalah penambangan quarry (batu andesit).
SK Gubernur Ganjar Pranowo itu tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah tertanggal 7 Juni 2021.
SK pembaruan itu menjadi masalah lantaran Desa Wadas tetap dicantumkan sebagai lokasi bakal penambangan quarry (batu andesit) untuk material pembangunan Bendungan Bener. Padahal warga Desa Wadas sudah tegas menolak.
Iwan Sumule menilai, kebijakan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menerbitkan perpanjangan IPL (Izin Penetapan Lokasi) tanpa proses ulang melanggar UU Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum, UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum.
“Pertambangan batuan andesit sebagaimana yang ingin dilakukan di Desa Wadas tidak termasuk pembangunan untuk kepentingan umum,” kata Iwan, Rabu (9/2).
Hal ini, sambung Iwan Sumule, tercantum dalam Pasal 10 UU Nomor 2 tahun 2012 Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dalam Pasal 123 Angka 2 UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Demi Kepentingan Umum.
“IPL (Izin Penetapan Lokasi) penambangan quarry dianggap cacat subtansi karena tidak sesuai dengan Pasal 61 Perda 27/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Purworejo Tahun 2011 hingga 2031 yang menyatakan Kecamatan Bener tidak mengandung batuan andesit,” tegas Iwan Sumule.
“Selain itu, dalam Pasal 42 dinyatakan bahwa Kecamatan Bener dikategorikan sebagai Rawan Bencana Longsor,” sambungnya.
Iwan Sumule mengurai bahwa analisis dampak lingkungan (amdal) pertambangan andesit yang menyasar Desa Wadas tergabung dalam amdal pembangunan Bendungan Bener. Padahal seharusnya pertambangan andesit yang lebih dari 500 ribu meter kubik memiliki amdal tersendiri.
“Sementara berdasarkan ANDAL untuk rencana kegiatan Pembangunan Bendungan Bener disebutkan bahwa sekitar 12.000.000 meter kubik batuan andesit akan dieksploitasi dengan kapasitas produksi 400.000 meter kubik/bulan,” bebernya.
Di satu sisi, Iwan Sumule menilai pembaruan IPL penambangan quarry di Desa Wadas tidak memperhatikan kelestarian sumber mata air. Sebab, Kegiatan rencana pertambangan batuan andesit akan menghancurkan sumber mata air yang ada. Terdapat 28 sumber mata air yang tersebar di Desa Wadas.
Dengan demikian, IPL melanggar UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU 17/2019 tentang Sumber Daya Air, UU 37/2014 tentang Konservasi Tanah dan air dan Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo 27/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo.
“Ganjar Pranowo selaku Gubernur Jawa Tengah tidak memperhatikan hak-hak yang dimiliki oleh Warga Wadas sehingga bertentangan dengan UUD NRI 1945,” tekannya.
Atas uraian tersebut, Iwan Sumule menekankan bahwa ProDEM menerbitkan 3 pernyataan sikap.
Pertama, mendesak Gubernur Ganjar segera mencabut Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaruan Atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonosobo Provinsi Jawa Tengah tertanggal 7 Juni 2021.
“Kedua, mendesak Gubernur Ganjar segera mencabut IPL (Izin Penetapan Lokasi) penambangan quarry (batuan andesit) yang menjadi biang kerok gejolak di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah,” tegasnya.
Terakhir, ProDEM mendesak kepolisian menghentikan segala bentuk tindakan represif dan penangkapan terhadap warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah.
“Mobilisasi ratusan polisi dalam penangkapan warga Desa Wadas sangat berlebihan,” tutupnya.