HOLOPIS.COM, JAKARTA – Hari Bank Indonesia diperingati pada tanggal 5 Juli setiap tahunnya. Peringatan ini sering dikaitkan dengan berdirinya atau Hari Ulang Tahun (HUT) Bank Indonesia (BI) yang merupakan bank sentral Indonesia. Padahal keduanya memiliki sejarah yang berbeda.
Peringatan 5 Juli sebagai Hari Bank Indonesia terkait dengan riwayat Bank Nasional Indonesia (BNI). BNI merupakan bank pertama yang didirikan pemerintah Republik Indonesia setelah kemerdekaan, yakni berdasarkan undang-undang darurat tertanggal 5 Juli 1946.
Sementara BI baru disahkan menjadi bank sentral oleh pemerintah RI melalui undang-undang pada 1 Juli 1953. Pengesahan BI sebagai bank sentral pemerintah seiring dengan nasionalisasi terhadap De Javasche Bank (DJB) setelah pengakuan kedaulatan RI dari Belanda pada 27 Desember 1949 yang merupakan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).
Antara DJB, BNI, dan BI memang saling terpaut riwayat yang cukup kompleks dalam perjalanan sejarah perbankan di Republik Indonesia. Namun, peringatan tanggal 5 Juli bukan merujuk pada lahirnya Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral pemerintah RI yang ditetapkan sejak 1 Juli 1953.
Sejarah Bank Sentral di Indonesia
De Javasche Bank (DJB) didirikan pada abad ke-19 di Batavia (Jakarta) sebagai bank sentral di Hindia Belanda atau yang kemudian bernama Indonesia. Pendiri De Javasche Bank adalah pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Menurut buku Bank Indonesia dalam Kilasan Sejarah Bangsa (1995) karya M. Dawam Rahardjo, DJB telah berdiri 24 Januari 1828 namun belum berbentuk perusahaan seutuhnya. Kemudian pada 22 Maret 1991, status DJB resmi berubah menjadi N.V. (Naamlooze Vennootschap) atau perusahaan.
Perkembangan DJB pada kala itu sangatlah pesat. DJB mampu membuka 16 cabang baru dalam waktu yang tidak relatif lama. Ke-16 cabang DJB tersebut antara lain berada di Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Kediri, Kutaraja, Medan, Padang, Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Makassar, hingga Manado.
Tak hanya memiliki 16 cabang di berbagai wilayah di dalam negeri, DJB yang merupakan bank sentral resmi milik pemerintah kolonial juga membuka kantor perwakilan di Amsterdam (Belanda) dan New York (Amerika Serikat).
Pada tahun 1942, Belanda kalah dari Jepang dalam Perang Dunia II. Wilayah Indonesia beserta isinya, terutama di Jawa dan Sumatera kemudian dikuasai oleh Dai Nippon. Artinya, Indonesia telah diduduki oleh Jepang usai diambil-alih dari Belanda.
Beruntung, tulis Beng To Oey dalam Sejarah Kebijaksanaan Moneter Indonesia (1991), sebelum tentara Dai Nippon berkuasa dan melikuidasi bank milik Belanda di Indonesia, cadangan emas dan aset berharga DJB sudah dipindahkan ke Australia dan Afrika Selatan.
Pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia kemudian mengganti nama De Javasche Bank menjadi Nanpo Kaihatsu Ginko sebagai bank sentral.
Baca di halaman selanjutnya