JAKARTA, HOLOPIS.COM – Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak atau RUU KIA memberikan hak bagi suami mendapatkan cuti mendampingi istri melahirkan maksimal selama 40 hari. Hal tersebut tertuang di Pasal 6 ayat 2 huruf a draf RUU KIA yang berbunyi ‘Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan hak cuti pendampingan: a. melahirkan paling lama 40 hari’.

RUU KIA juga memberikan hak kepada suami untuk mendampingi istri yang mengalami keguguran kehamilan maksimal selama tujuh hari.

Sebagaimana diketahui, RUU KIA memberikan hak cuti melahirkan kepada istri minimal enam bulan. Kemudian, RUU KIA juga memberikan istri hak untuk mendapatkan waktu istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan jika mengalami keguguran.

Ketua DPR Puan Maharani menjadi salah satu tokoh yang vokal mendorong masa cuti ibu hamil menjadi enam bulan melalui RUU KIA. Penetapan masa cuti melahirkan sebelumnya diatur pada Undangan-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja dengan durasi waktu sebatas 3 bulan saja.

DPR RI menyepakati rancangan undang-undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) untuk dibahas lebih lanjut menjadi undang-undang. Puan menyebut RUU ini dirancang untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul.

Puan mengatakan ibu wajib mendapat waktu yang cukup untuk memberikan ASI bagi anak-anaknya, termasuk bagi ibu yang bekerja. Ia menegaskan, ibu bekerja wajib mendapat waktu yang cukup untuk memerah ASI selama waktu kerja.

“RUU KIA juga mengatur cuti melahirkan paling sedikit enam bulan, serta tidak boleh diberhentikan dari pekerjaan. Selain itu, ibu yang cuti hamil harus tetap memperoleh gaji dari jaminan sosial perusahaan maupun dana tanggung jawab sosial perusahaan,” kata Puan, Senin (13/6).