JAKARTA, HOLOPIS.COM – Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengakui, bahwa dana kompensasi yang diberikan pemerintah untuk kebutuhan subsidi listrik selama ini tidak tepat sasaran. Hal ini terjadi lantaran tak adanya penyesuaian tarif listrik sejak 2017.
Padahal, kata dia, harga minyak mentah atau indonesian crude price (ICP) terus mengalami lonjakan, khususnya saat konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina pecah pada Februari 2022 lalu.
“Jadi selama dari 2017 sampai 2022 ini tidak ada automatic tarif adjustment. Untuk itu biaya produksi listrik tentu berfluktuasi dengan ada eksternal faktor salah satunya kenaikan ICP,” ungkap Darmawan, Senin (13/6).
Sebagai informasi, pemerintah sudah mengeluarkan subsidi untuk listrik sekitar Rp 234 triliun dari 2017 sampai 2021 sejak tidak diterapkannya tarif adjusment.
“Tetapi dalam proses itu ada porsi kompensasi yang ternyata kurang tepat sasaran yaitu diterima oleh rumah tangga atau ekonomi yang tingkatannya mapan,” ungkapnya.
Untuk itu, pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif listrik untuk golongan keluarga mampu atau pelanggan R2 dengan daya 3.500 Volt Amphere (VA) sampai 5.500 VA dan R3 dengan daya 6.600 VA ke atas.
“Sedangkan tarif listrik rumah tangga dengan daya di bawah 3.500 VA yaitu keluarga ekonomi yang perlu bantu sebenarnya tidak mengalami perubahan Bagi keluarga dengan ekonomi yang masih butuh bantuan sebanyak 74,2 juta pelanggan tidak mengalami perubahan,” tandas dia.
Tak hanya itu, tarif listrik kantor pemerintahan golongan P1 sampai P3 juga ikut dinaikkan. Kebijakan mengenai kenaikan tarif listrik ini baru diberlakukan mulai 1 Juli 2022 mendatang.
Adapun detail kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga golongan R2 dan R3, serta kantor pemerintahan golongan P1 dan P3 akan dinaikkan sebesar 17,64 persen, dari yang semula Rp1.444 per kWh menjadi Rp1.699 per kWh.
Sementara, untuk tarif listrik kantor pemerintahan golongan P2 akan naik 36 persen dari Rp1.114 per kWh menjadi Rp1.522 per kWh.