JAKARTA, HOLOPIS.COM – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan adanya ancaman baru buat ekonomi dunia.
“Seluruh dunia trennya bergeser, dari masalah penyakit jadi masalah keuangan yang berimbas ke sosial politik,” beber Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan DPD, Selasa (7/6).
Sri Mulyani berpendapat, selama ini dampak pandemi COVID-19 telah menekan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, dan UMKM. Saat ini, ancaman baru itu justru menekan korporasi dan sektor keuangan.
“Risikonya berbeda dari pandemi. Saat pandemi itu terkena rakyat bawah dan UMKM, kalau yang ini sekarang suku bunga naik yang kena adalah korporasi dan lembaga keuangan. Ini adalah tipikal potensi financial crisis,” terang Sri Mulyani.
Masalah pada sektor keuangan akan muncul bila Amerika Serikat sebagai raksasa ekonomi menerapkan kebijakan moneter berupa kenaikan suku bunga. Akibatnya, posisi mata uang dolar yang selama ini banyak digunakan di seluruh dunia bakal menguat.
Di sisi lain imbal hasil obligasi US Treasury pun akan naik. Nah, dampaknya ke Indonesia akan ada arus modal asing ke luar negeri. Hal itu bisa menaikkan biaya untuk surat utang yang diterbitkan pemerintah. Alhasil bila pemerintah ingin mencari dana ke luar negeri biayanya akan makin mahal.
“Kalau dolar dan US Treasury naik akan ada capital outflow, modal asing mereka keluar dari Indonesia. Hal ini juga akan menekan harnga surat berharga negara dan yield-nya otomatis akan naik,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani menambahkan, kenaikan suku bunga ini juga bisa memperlambat ekonomi, bahkan berujung pada resesi. Fenomena stagflasi ekonomi menurutnya bisa saja menghantui dunia dan juga Indonesia.
“Kombinasi inflasi tinggi dan tekanan pengetatan kebijakan moneter adalah munculnya fenomena stagflasi yaitu inflasi tinggi yang kemudian direspons kebijakan pengetatan membuat resesi atau stagnasi ke perkonomian, ini yang harus diwaspadai,” pungkas Sri Mulyani.