JAKARTA, HOLOPIS.COM – Mimbar Kampus Menuju Musyawarah Rakyat berlangsung di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), yang dihadiri 350 mahasiswa bersama akademisi, pelajar, perwakilan buruh, profesional 98 dan petani.
Beberapa tokoh akademisi juga terlihat hadir dalam acara tersebut, seperti Ubedilah Badrun dan Anthony Budiawan.
Dalam acara yang berlangsung sekitar 4 jam ini, lebih banyak diisi dengan aspirasi dari para petani, korban tambang, akademisi, dan sejumlah elemen mahasiswa.
Seperti Didi dari Forum Masyarakat Marunda, yang menyampaikan terkait kerusakan pernapasan masyarakat Marunda akibat ulah pengelola tambang batubara yang debu batu baranya menyelimuti masyarakat Marunda.
“Tidak sedikit warga Marunda yang terkena infeksi saluran pernapasan akut, ini semua ulah oligarki,” tegas Didi (1/6).
Kemudian juga ada, Ade Toha dari Forum Masyarakat Petani Cilangkap Maja Lebak Banten menaruh harapan besar dari mimbar kampus menuju musyawarah rakyat ini.
“Sebab melalui mimbar kampus ini aspirasi penderitaan kami didengar oleh orang-orang kampus, mudah mudahan pada waktunya musyawarah rakyat terjadi,” kata Ade Toha.
Secara bergantian elemen mahasiswa dari Front Millenial Jabodetabek (FMJ), HMI MPO, KARAT, KOMANDO, perwakilan kampus dari UNJ, UPN, UNPAM, UNIVMUSTOPO, UMJ, UNIV.ATMAJAYA, IISIP, UIN, UIC dll menyampaikan pandanganya.
Secara umum elemen mahasiswa ini menyampaikan keprihatinanya dengan kondisi saat ini, baik dari sisi ekonomi, hukum, politik, dan lain-lain. Elemen rakyat lainya selain korban tambang Marunda, petani Maja Lebak Banten, juga terlihat emak-emak Melati Indonesia, LAKSI, Komite Indonesia Muda (KIM), Majelis Penderitaan Rakyat (MPR), Komunitas Masyarakat Jakarta Utara (KOMJU).
Pada bagian akhir mimbar kampus jelang maghrib seluruh peserta merangsek bergerak ke jalan pemuda dan berorasi di jalan untuk mengingatkan kepada publik bahwa Indonesia dalam masalah besar.
Dalam pernyataan sikapnya yang dibacakan oleh Thoriq dari Front Millenial Jabodetabek (FMJ) yang tergabung dalam Komite Rakyat Lawan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KRL – KKN ) menegaskan bahwa dengan merajalelanya KKN di Istana dan DPR kedua lembaga itu dinilai sudah tidak memiliki legitimasi.
“Karena KKN merajalela terjadi dimana-mana, baik di DPR maupun Istana dan jalanya Negara dikendalikan oligarki maka DPR dan Istana sudah tidak lagi memiliki legitimasi. Oleh karenanya layak membubarkan diri atau jika tidak membubarkan diri rakyat berhak membubarkan DPR dan orang – orang yang ada di Istana demi kepentingan kebaikan bersama bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkas Thoriq.