JAKARTA, HOLOPIS.COM – Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan untuk mengurus persoalan minyak goreng di Jawa-Bali dinilai hanya menambah persoalan baru.
Publik-pun menyangsikan kemampuan Luhut dalam menurunkan harga minyak goreng curah ke Rp 11.500 per liter, sebagaimana harga eceren tertinggi (HET) pada bulan Februari 2022 lalu.
Menuru Pengamat Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, keraguan publik terhadap kemampuan Luhut dalam mengendalikan harga minyak goreng supaya lebih murah dan terjangkau, lantaran pria kelahiran Sumatera Utara 28 September 1947 itu tidak bisa berdiri independen dalam menghadapi para pengusaha minyak. Sebab, beberapa nama tersangka yang ditetapkan Kejaksaan Agung diduga memiliki kedekatan dengan Luhut.
Mereka antara lain, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, MPT; Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group, SM; dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas, PTS.
“Khususnya saudara MPT, Komisaris Wilmar yang kabarnya memiliki kursi khusus di kantor kemenko Marves,” ungkap Achmad Nur Hidayat di Jakarta, Jumat (27/5).
Keraguan tidak hanya tertuju pada independensi, tapi juga pada kemampuan Luhut dalam mengatur rantai distribusi minyak goreng. Sebab, hal ini terlalu kompleks untuk disimplifikasi.
Menurutnya, pengusaha saat ini senang jika harga minyak goreng tetap mahal, yaitu berada di level Rp 16.900 per liter untuk pasar curah dan Rp 25 ribu per liter untuk kemasan.
Apabila dipaksa Rp 11.500 per liter, maka pengusaha akan memilih bermain ke pasar kemasan dan premium.
Saat ini, menurut Achmad Nur Hidayat, pengusaha sawit menginginkan harga berada di level sekarang yakni minyak goreng curah sekitar Rp 16.900 dan kemasan sekitar Rp 24-25 ribu per liter.
“Pendekatan pasar tidak akan berhasil karena terdapat market failure, pemerintah harus melakukan intervention terhadap market failure tersebut,” pungkas Achmad Nur Hidayat.