JAKARTA, HOLOPIS.COM – Pengesahan revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) yang telah dilakukan oleh DPR RI langsung ditolak oleh para organisasi buruh, antara lain KSPI, ORI, KPBI, KSBSI, SPI, FSPMI, FSPKEP, SPN, ASPEK Indonesia, FSP ISI, dan lain-lain.
Hal ini seperti yang disampaikan oleh Presiden Partai Said Iqbal. Ia mengatakan, bahwa revisi UU PPP hanya akal-akalan hukum yang dilakukan oleh legislatif dan eksekiutif saja, bukan sebagai kebutuhan hukum.
“DPR bersama pemerintah melakukan revisi UU PPP hanya sebagai akal-akalan hukum agar omnibus law UU Cipta Kerja bisa dilanjutkan pembahasannya agar bisa segera disahkan,” kata Said Iqbal di Jakarta, Selasa (24/5).
Setidaknya ada dua alasan mengapa Partai Buruh dan Serikat Buruh menolak revisi UU PPP.
Pertama, dari sisi pembahasan di Baleg DPR RI, revisi UU PPP tersebut bersifat kejar tayang.
“Menurut informasi yang kami terima, revisi UU PPP hanya dibahas selama 10 hari Baleg DPR RI,” kata Said Iqbal.
Padahal UU PPP adalah ruh untuk membuat sebuah produk undang-undang (syarat formil) di Indonesia sesuai perintah UUD 1945.
“Kalaulah revisinya dikebut bersifat kejar tayang, bisa disimpulkan jika isi revisi sangat bermuatan kepentingan sesaat. Tidak melibatkan publik yang meluas dan syarat kepentingan dari kelompok tertentu,” ujarnya.
Alasan kedua adalah, dari sisi revisi UU PPP tersebut, PartaI buruh dan elemen serikat pekerja ada tiga hal prinsip yang berbahaya bagi publik. Khususnya bagi buruh, tani, nelayan, masyarakat miskin kota, lingkungan hidup, dan HAM. Ketiga hal tersebut adalah:
Pertama, revisi UU PPP hanya untuk sekedar memasukkan omnibus law sebagai sebuah sistem pembentukan undang-undang. Padahal omnibus law UU Cipta Kerja ini ditolak oleh seluruh kalangan masyarakat termasuk buruh.
Kedua, dalam proses pembentukan undang-undang tidak melibatkan partisipasi publik secara luas karena cukup dengan dibahas di kalangan kampus tanpa melibatkan partisipasi publik, maka sebagai undang-undang sudah dapat disahkan.
Ketiga, yang lebih berbahaya adalah, dalam revisi UU PPP ini diduga memungkinkan dua kali tujuh hari sebuah produk undang-undang yang sudah diketuk di sidang paripurna DPR dapat berubah.
Oleh karena itu Partai Buruh bersama elemen Serikat Buruh akan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
-
Melakukan aksi besar-besaran pada tanggal 8 Juni 2022 yang melibatkan puluhan ribu buruh di DPR RI. Dan secara bersamaan aksi dilakukan serempak di puluhan kota industri lainnya yang dipusatkan di Kantor Gubernur.
-
Mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi pada tanggal 31 Mei 2022 tentang revisi UU PPP tersebut.
-
Mengajak seluruh komponen buruh dan kelas pekerja lainnya untuk melakukan aksi besar-besaran 3 hari berturut-turut untuk menolak dibahasnya kembali omnibus law UU Cipta kerja yang tanggal aksinya akan ditentukan kemudian.