JAKARTA, HOLOPIS.COM – Polemik tentang ditolaknya Ustadz Abdul Somad Batubara (UAS) oleh pemerintah Singapura pada hari Senin (16/5) lalu masih terus menjadi perbincangan publik. Salah satunya adalah rektor Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta, Musni Umar.
Ia kesal ketika UAS diolok-olok banyak netizen karena dilarang masuk oleh Imigrasi Singapura. Apalagi di dalam siaran pers Ministry of Home Affairs (MHA) atau Kementerian Dalam Negeri Singapura menyebut, alasan penolakan UAS karena isi ceramahnya yang pro terhadap perilaku teroris.
Kemudian, Musni Umar menilai bahwa UAS adalah ulama asal Indonesia yang sangat dihormati, sehingga tidak pantas dijadikan bahan olok-olok, sekaligus tidak pantas mendapatkan perlakuan tidak baik dari pemerintah Singapura.
“Saya sedih UAS dijadikan bahan olok-olok para buzzer. Padahal UAS seorang ulama dan ulama adalah pewaris para Nabi,” kata Musni Umar, Kamis (19/5).
Menurut sosiolog itu, seharusnya kasus UAS bisa membuat masyarakat Indonesia bersatu mendukung UAS, bukan mengolok-olok apalagi pro terhadap Singapura.
“Sejatinya kasus UAS mempersatukan bangsa Indonesia,” ujarnya.
Ia pun kemudian membandingkan kasus UAS dengan Schapelle Corby dari Australia. Dimana seorang mantan pelajar sekolah kecantikan dari Brisbane itu ditangkap aparat keamanan di Bandara Ngurah Rai pada tanggal 8 Oktober 2004 karena kedapatan membawa 4,2kg Marijuana atau Ganja.
Corby mendapatkan dukungan dari masyarakat dan pemerintah Australia, hingga ia pun berhasil bebas.
“Seperti Australia ketika Ratu Ganja Schapelle Corby ditahan dan dihukum 12 tahun. Bangsa Australia bersatu untuk bebaskan Corby,” ucapnya.
Kasus Schapelle Corby
Sekedar diketahui Sobat Holopis, bahwa Schapelle Corby adalah mantan narapidana dan warga binaan dari Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan Bali. Ia divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Denpasar dan diputuskan 20 tahun penjara 27 Mei 2005 serta denda Rp100 juta.
Kemudian pada tanggal 20 Juli 2005, PN Denpasar kembali membuka persidangan banding, beberapa saksi tambahan diperiksa sepanjang persidangan berlangsung, hingga tanggal 12 Oktober 2005, majelis hakim menjatuhkan putusan penjara 15 tahun. Sayangnya, pada tanggal 12 Januari 2006 melalui putusan kasasi di Mahkamah Agung (MA), Corby kembali mendapatkan vonis 20 tahun penjara karena narkoba yang diselundupkan masuk dalam kategori kelas I dan sangat berbahaya.
Selanjutnya, remisi Corby disetujui oleh Jakarta dan tanggal pembebasannya yang baru adalah 25 September 2016. Corby mendapatkan pembebasan bersyarat pada 7 Februari 2014 dan dibebaskan tanggal 10 Februari 2014 setelah menjalani masa hukuman sembilan tahun di LP Kerobokan. Putusan ini mewajibkan Corby tinggal di Bali dan mengikuti peraturan lain yang ditetapkan pihak lembaga pemasyarakatan serta wajib lapor kepada pihak berwenang setiap bulannya sampai benar-benar dibebaskan bulan Juli 2017.
Gus Nadir Sentil Musni Umar
Melihat kasus Corby yang dijadikan bahan pembanding oleh Musni Umar untuk memandang kasus UAS, tokoh Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus akademisi dari Monash University, KH Nadirsyah Hosen pun angkat bicara.
Ia mengaku sedih dengan narasi yang dibangun oleh Musni Umar untuk menggambarkan seolah-olah ia membela UAS. Padahal menurutnya, perbandingan kasus tersebut tidak apple to apple.
“Kami sedih Rektor menyamakan kasus UAS dengan Corby. Yang satu seorang Ustad, satunya lagi kasus narkoba. UAS bermasalah dengan imigrasi, Corby itu kasus kriminal dihukum 20 tahun (bukan 12),” kata ulama yang karib disapa Gus Nadir itu.
Menurut Gus Nadir, justru Musni Umar sedang menistakan UAS karena membandingkannya dengan pelaku kriminal narkoba.
Ia menyarankan agar Musni Umar tidak berlagak seperti buzzer yang asal ucap. Akan tetapi menggunakan akal dan ilmu yang baik sehingga apa yang dinarasikan tidak malah blunder seperti itu.
“Malah anda Musni Umar menistakan UAS disamakan dengan kasus kriminal. Mau membela pun sebaiknya dengan ilmu,” tuturnya.