JAKARTA, HOLOPIS.COM – Kementerian Perindustrian bersama pemangku kepentingan terkait lainnya serius untuk melakukan upaya pencegahan dan pengendalian peredaran rokok ilegal di dalam negeri.

Maraknya peredaran rokok ilegal, dapat mengancam keberlanjutan usaha industri rokok yang legal.

“Selain itu, adanya rokok ilegal juga bertentangan dengan prinsip pengembangan industri hasil tembakau (IHT), yaitu mengoptimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatifnya,” kata Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo (30/4).

Edy menyebutkan, regulasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi peredaran rokok ilegal, di antaranya melalui Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 72 Tahun 2008 tentang Pendaftaran dan Pengawasan Penggunaan Mesin Pelinting Sigaret (rokok).

Dalam regulasi tersebut, disebutkan perusahaan industri Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM) dan perusahaan rekondisi wajib didaftarkan pada dinas provinsi serta memiliki sertifikasi registrasi dan dilakukan pengawasan secara berkala oleh pemerintah daerah.

“Jadi, dalam upaya mencegah kegiatan produksi sigaret (rokok) ilegal yang dapat membahayakan masyarakat, perlu dilakukan pembinaan melalui pendaftaran mesin pelinting sigaret (rokok) dan pengawasan terhadap penggunaannya,” paparnya.

Regulasi berikutnya adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT). KIHT ini dibentuk oleh Ditjen Bea Cukai sebagai upaya preventif, yang diperuntukan bagi IHT skala kecil dan menengah. Sementara itu, upaya represif dilakukan penegakan hukum melalui Program Gempur Bea dan Cukai.

“Kebijakan lainnya adalah dialokasikannya Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), yang merupakan kebijakan bantalan untuk membantu mengatasi dampak negatif, antara lain untuk penanganan masalah kesehatan, untuk menekan peredaran rokok ilegal, dan lain-lain,” sebut Edy.