JAKARTA, HOLOPIS.COM – Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengaku resah dengan isu sembako bakal dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) 11 persen.
Kekhawatiran ini muncul seiring mulai diberlakukannya Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Salah satu poin dalam UU tersebut ialah pemerintah menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen yang berlaku efektif pada 1 April 2022.
“Jika gula petani dikenai PPN, maka pedagang akan berusaha menekan harga gula di tingkat petani. Pada saat ekonomi nasional belum baik akibat pandemi covid-19 tentu akan memberatkan petani tebu,” kata Ketua Umum DPN APTRI Soemitro Samadikoen, Rabu (30/3).
Ia menilai gula petani seharusnya tetap dibebaskan PPN karena merupakan komoditas bahan pokok yang bersifat strategis seperti beras, jagung, dan kedelai.
“Kalau toh nanti komoditas pangan dikenakan PPN, APTRI tetap mengusulkan agar gula petani tetap mendapat pembebasan PPN,” imbuhnya.
Sekjen DPN APTRI Nur Khabsyin mengatakan berdasarkan PMK 99 Tahun 2020, gula merupakan komoditas pangan strategis yang mendapatkan pembebasan PPN. Namun, berdasarkan sosialisasi yang dilakukan Kementerian Pertanian dan Kementerian Keuangan terkait UU HPP beberapa waktu lalu, belum ada jawaban pasti apakah gula petani menjadi komoditas pertanian yang mendapatkan pembebasan PPN atau tidak.
Waktu kami tanya apakah gula petani akan terkena PPN atau tidak, jawabannya saat itu masih menunggu Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari UU HPP,” katanya.
Oleh karena itu, dalam konsultasi dengan Dirjen Pajak tersebut, APTRI mendesak agar gula petani tetap mendapatkan pembebasan PPN sebagaimana ketentuan yang diatur dalam PMK 99 tahun 2020.
“Karena keputusan finalnya nanti ada di PP, maka DPN APTRI tetap meminta agar gula petani dibebaskan dari PPN,” kata dia.