JAKARTA, HOLOPIS.COMKomisi VI DPR RI mendesak pemerintah agar segera membayar utang berupa kompensasi sebesar Rp100 triliun kepada PT Pertamina (Persero).

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Eddy Soeparno berharap, pemerintah segera menyelesaikan pembayaran agar arus kas perusahaan pelat merah itu tidak semakin tertekan akibat kenaikan harga minyak mentah dunia.

“Komisi VII mendesak pemerintah agar kompensasi kepada Pertamina yang bernilai Rp100 triliun segera dibayarkan guna mencegah krisis likuiditas Pertamina yang dapat mengganggu pengadaan dan penyaluran BBM nasional,” kata Eddy dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII, (29/3).

Berdasarkan simulasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian ESDM, besaran kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah untuk penjualan Pertalite (RON 90) sekitar Rp39,76 triliun. Besaran itu jika asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) sebesar US$69 per barel.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku, bahwa pemerintah memiliki kewajiban alias utang kepada Pertamina dan PLN dengan total mencapai Rp109 triliun hingga akhir 2021.

“Secara total dalam hal ini pemerintah memiliki kewajiban Rp109 triliun. Ini sampai akhir 2021,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (28/3).

Dari total kompensasi yang harus dibayarkan tersebut, sebanyak Rp84,4 triliun untuk BBM dan Rp24,6 triliun untuk listrik.

“APBN mengambil seluruh shock yang berasal dari minyak dan listrik. Masyarakat tidak mengalami dampak namun APBN yang harus mengambil konsekuensinya,” terangnya.

Pada 2022, tekanan ini diperkirakan akan terus berlanjut. Sri Mulyani melaporkan harga ICP rata-rata sudah mencapai US$90,81 per barel, lebih tinggi dari asumsi APBN yang sebesar US$63 per barel.

Di sisi lain, konsumsi BBM di Tanah Air meningkat, dari yang semula hanya 1,18 juta kilo liter menjadi 1,39 juta kilo liter.