JAKARTA, HOLOPIS.COM – Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal mempertanyakan kinerja Kementerian Perdagangan dalam menangani kelangkaan minyak goreng yang terjadi di masyarakat belakangan ini.

Hekal menyoroti keputusan pemerintah untuk menghapus aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) bagi minyak goreng kemasan dan ‘melepasnya’ sesuai dengan mekanisme pasar yang berlaku.

“Kok bisa angkat bendera putih pemerintah kita? Kita kalah dengan oligarki-oligarki atau kartel-kartel di bidang-bidang tertentu dan baru-baru ini terlihat juga hal serupa dengan batu bara,” ungkap Hekal seperti dilansir dari dpr.go.id, Sabtu (19/3).

Sebelumnya dalam rapat kerja itu, Mendag Lutfi memaparkan hasil rapat terbatas pemerintah beberapa waktu yang lalu yang melepas harga minyak goreng sesuai harga pasar.

Selain menghapus HET minyak goreng kemasan, pemerintah juga memutuskan untuk menghapus kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) bagi para eksportir kelapa sawit. Sebelumnya kebijakan pengaturan DMO dan DPO diterapkan dengan tujuan pembatasan ekspor untuk menggenjot produksi minyak kelapa sawit dalam negeri.

“Saya kaget waktu dengar kebijakan baru ini. Sudah tidak ada DMO, tidak ada DPO, sudah tidak ada persetujuan ekspor. Lalu wewenang bapak dimana dalam mengatur ini?” tanya politisi Partai Gerindra itu.

Pada paparannya, Mendag Lutfi juga mengungkapkan adanya beberapa kewenangan terkait produksi minyak goreng yang tidak dapat secara langsung diatur oleh Kemendag. Hal ini menjadikan beberapa kebijakan berada di bawah kementerian lain seperti Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Perindustrian.

“Kok saya dengar ada beberapa pengaturan yang akan dilakukan dengan kementerian lain yang seharusnya menjadi ranah bapak. Ini kan terkesan, ya mohon maaf dianggap kementerian tidak bisa kerja maka harus diambil alih,” ungkap Hekal menyayangkan lemahnya posisi Kemendag dalam polemik ini.

Hekal menilai, diperlukan beberapa pengawalan yang lebih ketat untuk memperkuat posisi Kemendag dalam krisis ini. Hal tersebut sejalan dengan usulan pembentukan Panitia Kerja (Panja) terkait bahan pangan dan kebutuhan pokok yang diutarakan beberapa Anggota Komisi VI DPR RI yang hadir.

“Saya setuju dengan usulan kita membentuk Panja untuk bahan pangan dan kebutuhan pokok dan bahkan menyerukan juga kalau perlu, kita revisi undang-undangnya kalau memang bapak perlu penguatan yang lebih lanjut,” ungkap Haekal.

Dalam kesempatan yang sama, Mendag Lutfi juga menjelaskan bahwa meskipun harga minyak goreng kemasan menyesuaikan terhadap nilai keekonomian, namun pemerintah tetap menerapkan HET kepada minyak goreng curah sebesar Rp14.000 per liter.

Untuk menekan harga minyak goreng curah tersebut maka dilakukan subsidi di tingkat produsen melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Hal ini menimbulkan pertanyaan beberapa anggota terkait dengan kepastian distribusi minyak curah bersubsidi tersebut.

Rapat Kerja ini menghasilkan beberapa kesimpulan antara lain; Komisi VI DPR RI meminta Kementerian Perdagangan RI ketika kewajaran harga tidak tercapai, maka pemerintah harus mengeluarkan pengaturan untuk menghentikan ekspor minyak kelapa sawit serta mendesak Kementerian Perdagangan untuk berkoordinasi dengan satgas pangan Polri dan aparat penegak hukum dalam menjamin ketersediaan dan kestabilan harga minyak goreng serta menindak tegas para pelaku pelanggar hukum.

Pada rapat kerja tersebut dipertanyakan pula langkah Kemendag terkait stabilisasi harga dan pasikan barang kebutuhan pokok menjelang Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri tahun 2022. Selain itu, Kemendag juga didorong untuk melakukan diversifikasi pasar untuk mencegah kelangkaan komoditas impor seperti kedelai dan gandum karena dampak situasi global.