JAKARTA, HOLOPIS.COMMenteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Prof Mohammad Mahfud MD mengingatkan, bahwa ada regulasi yang bisa dijeratkan kepada para penoda agama, yakni UU Nomor 1 tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama (PNPS).

Jika ada orang-orang yang melakukan tindakan penodaan agama, Mahfud menyarankan agar masyarakat menggunakan regulasi tersebut kepada aparat Kepolisian.

“Saya ingatkan UU Nomor 5 Tahun 1969 yang diperbarui dari UU PNPS Nomor 1 Tahun 1965 yang dibuat Bung Karno tentang penodaan agama itu mengancam hukuman tidak main-main, lebih dari 5 tahun hukumannya yaitu barang siapa yang membuat penafsiran atau memprofokasi dengan penafsiran suatu agama yang keluar dari penafsiran pokoknya,” kata Mahfud MD, Rabu (16/3).

Kemudian, ia juga merespon tentang ucapan Pendeta Saifuddin Ibrahim yang meminta agar Kementerian Agama menghapus 300 ayat di dalam Alquran karena dinilai menjadi penyebab munculnya radikalisme. Dikatakan Mahfud, bahwa di dalam ajaran pokok Islam, ayat Alquran ada sebanyak 6.666, tidak boleh ada yang dikurangi.

“300 misalnya itu berarti penistaan terhadap Islam. Apalagi mengatakan konon bahwa Nabi Muhammad itu bermimpi bertemu Allah dan sebagainya itu menyimpang dari ajaran pokok,” ucapnya.

Lebih lanjut, Mahfud mengatakan isi dalam UU Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama sudah benar hanya perlu pembaruan kalimat. Hingga saat ini UU tersebut kata Mahfud masih berlaku.

“Ketika saya jadi hakim MK 2010, itu saya nyatakan ketika diuji di MK UU ini isinya benar, cuma kalimat-kalimatnya supaya diperbaharui oleh DPR. Sampai sekarang belum diperbaharui, artinya itu masih tetap berlaku,” imbuhnya.

Terakhir, Mahfud MD mengajak semua pihak saling menghormati dan menjaga satu dengan lainnya tanpa ada upaya untuk menyinggung apalagi menyakiti. Termasuk di dalamnya adalah tidak melakukan penodaan terhadap agama dan keyakinan orang lain.

“Mari kita jaga kerukunan umat beragama kita. Kita tidak akan melarang orang berbicara tetapi jangan memprovokasi hal-hal yang sensitif,” imbuhnya.