JAKARTA, HOLOPIS.COM Citra Referandum mengatakan, bahwa persoalan kaum perempuan di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah banyak lembaga bantuan hukum, termasuk LBH Jakarta.

Bahkan dalam keterangannya, sepanjang tahun 2021 lalu, pihaknya menerima 35 (tiga puluh lima) aduan terkait dengan kekerasan seksual kepada kaum perempuan.

“Setidaknya, LBH Jakarta menerima 35 pengaduan kasus kekerasan seksual pada tahun 2021,” kata Citra yang merupakan pengacara publik di LBH Jakarta, (8/3).

Banyak sekali jenis praktik kekerasan terhadap perempian, mulai dari kekerasan fisik hingga kekerasan berbasis gender melalui media onlien.

“Adapun bentuk-bentuknya seperti perkosaan, pelecehan seksual, kekerasan berbasis gender online, eksploitasi seksual dan pemaksaan aborsi,” ujarnya.

Tidak hanya itu saja, Citra juga mengatakan bahwa sepanjang pandemi Covid-19 ini, pihaknya pun menerima aduan dari masyarakat tentang kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Sejak pandemi COVID-19, kasus-kasus KDRT meningkat pesat. Saat ini, LBH Jakarta menangani 6 kasus. Para korban adalah istri dan anak, sedangkan pelaku adalah suami dan ayah kandung,” paparnya.

Dengan banyaknya kasus kekerasan seksual hingga KDRT, Citra mengatakan bahwa pihaknya menilai jika kasus kekerasan semacam ini menunjukkan bahwa kaum perempuan masih belum mendapatkan perhatian lebih.

“Kasus-kasus KDRT ini membuktikan bahwa kultur dalam masyarakat masih belum menempatkan perempuan dalam kedudukan yang setara. Perempuan masih diposisikan subordinatif, seolah pantas mengalami kekerasan. Padahal seharusnya, tidak ada satupun manusia di muka bumi yang boleh mengalami kekerasan,” terangnya.

Selain itu, Citra juga menyampaikan bahwa sejauh ini aparat penegak hukum seperti Kepolisian ketika mendapati aduan kasus kekerasan seksual dan KDRT lebih memilih menggunakan pasal-pasal di KUHP, tidak menggunakan Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU-PKDRT)

“Ketidaktepatan dasar hukum ini berdampak pada terlanggarnya hak-hak korban, mengingat hak-hak khusus tersebut hanya diatur dalam UU PKDRT,” tandasnya.

Oleh karena itu, Citra mengatakan bahwa pemerintah dan DPR RI harus memberikan pengawasan lebih dalam pelaksanaan regulasi yang ada, khususnya yang berkaitan dengan keselamatan dan perlindungan hidup kaum perempuan.