JAKARTA, HOLOPIS.COM – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap, banyak warga yang mengalami trauma pasca konflik yang terjadi di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah (Jateng), pada Selasa (8/2) lalu.
Hal tersebut disampaikan oleh Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam yang mengatakan bahwa temuan itu berdasarkan hasil investigasi pihaknya pada 11-14 Februari kemarin.
Anam mengatakan, masih banyak warga yang mengalami trauma dan masih belum berani kembali pulang ke rumah dan memilih bertahan di luar Desa Wadas. Pihaknya menemukan, kondisi tersebut masih berlangsung sampai hari Minggu (13/2) atau lima hari selang peristiwa pengukuran lahan.
“Komnas HAM RI menemukan beberapa warga mengalami ketakutan pasca peristiwa tersebut, hingga Sabtu dan Minggu dari peristiwa itu masih tidak berani pulang ke rumah,” ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (25/2).
Komnas HAM mencatat, kondisi traumatik mayoritas dialami oleh perempuan dan anak-anak yang tinggal di Desa Wadas. Kondisi trauma tersebut, salah satunya disebabkan oleh tindak kekerasan berlebihan oleh aparat kepolisian terhadap warga setempat.
Khususnya pada saat penangkapan warga yang menolak adanya pengukuran lahan untuk penambangan quarry.
“Dari sejumlah keterangan keterangan saksi dan video yang diperoleh Komnas HAM RI menemukan adanya tindak kekerasan pada saat penangkapan oleh aparat kepolisian terhadap warga Wadas yang menolak penambangan quarry,” jelasnya.
Lebih lanjut, Anam mengatakan, pihaknya menemukan sejumlah hal yang mengganjal, salah satunya yakni adanya perbedaan keterangan perihal jumlah personel kepolisian yang diturunkan ke Desa Wadas selama proses pengukuran lahan tersebut.
Berdasarkan keterangan Polda Jateng, kata dia, jumlah petugas yang turun hanya sebanyak 250 personil yang terdiri dari 200 orang personil dengan seragam kepolisian dan 50 orang personel dengan pakaian sipil atau preman.
Namun, keterangan tersebut berbeda dengan keterangan yang disampaikan pendamping di lapangan, yang menyebutkan bahwa jumlah aparat yang turun mencapai ribuan personil.
Selain itu, Komnas HAM juga menemukan adanya keterbatasan akses informasi yang dialami warga selama kejadian tersebut berlangsung. Anam mengatakan, pihaknya mencatat hal itu dikarenakan lemahnya sinyal atau jaringan komunikasi yang ada.
“Komnas HAM RI menemukan fakta adanya keterbatasan akses informasi karena lemahnya sinyal atau jaringan komunikasi,” ujarnya.
Komnas HAM mencatat, sebanyak 67 orang sempat ditangkap oleh pihak kepolisian dan dibawa ke Polres Purworejo yang kemudian dibebaskan pada keesokan harinya, Rabu (9/2).
Sekadar informasi, konflik yang terjadi di Desa Wadas berawal dari penolakan penambangan batu andesit yang akan berlangsung di desa tersebut. Rencananya, penambangan itu digunakan untuk proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener yang sudah direncanakan sejak 2016 lalu. Penolakan tersebut diduga kerap mendapat tekanan dari aparat kepolisian.
Pada Selasa (8/2), diduga ribuan aparat kepolisian bersenjata lengkap dikerahkan untuk melakukan penjagaan di Desa Wadas. Mereka mencopot banner penolakan Bendungan Bener dan mengejar beberapa warga hingga ke rumah dan hutan.
Berbagai kalangan masyarakat, seperti PBNU, Muhammadiyah hingga KontraS sempat mengecam tindakan represif yang dilakukan pihak kepolisian