JAKARTA, HOLOPIS.COM BPJS Kesehatan dinilai sudah kehabisan akal dalam mengembalikan defisit anggaran mereka hingga harus menggunakan strategi yang tidak masuk akal.

Salah satu strategi tersebut yang diduga digunakan BPJS Kesehatan dengan menyertakan kewajiban penyertaan BPJS Kesehatan untuk transaksi juali beli tanah.

“Langkah pemerintah terkait hal ini bisa dibilang engga nyambung dan seolah putus asa dalam menutup defisit BPJS Kesehatan. Sehingga kalau pihak yang ingin melalukan peralihan hak atas tanah harus membayar iuran BPJS Kesehatan lebih dulu,” kata Faisal perwakilan Komunitas Peduli BPJS Kesehatan, Senin (21/2).

Dengan terbitnya instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022, Faisal menilai ini justru sangat memberatkan para pihak dalam peralihan hak atas tanah.

“Ini kan aneh kalau tidak kepesertaan BPJS Kesehatan masa jadi batal transaksinya. Padahal kan syarat jual beli kan sudah sah kalau terpenuhi sahnya perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata) baik syarat subjektif maupun objektif,” paparnya.

Merekapun akhirnya juga mengaku bingung dengan syarat yang sangat aneh tersebut. Pasalnya, dengan masyarakat yang tidak bergabung dalam kepesertaan menjadi persoalan ketika mereka akan melakukan transaksi tersebut.

Dengan mekanisme balik nama selama ini sebenarnya dinilai juga sudah sesuai dengan dasar hukum yang merupakan turunan dari UU Agraria

Pada umumnya Balik Nama Serifikat Tanah atas perorangan yang dilakukan di BPN dengan menyerahkan dokumen formil seperti AJB asli yang dibuat di hadapan PPAT, fotocopy KTP dan KK yang disesuaikan aslinya dan fotocopy tersebut dilegalisir oleh BPN dan ditambah dalam pelaksanaan balik nama serrtifikat hak milik atas tanah tentunya memiliki Standar Operasional Proser (SOP) yang dapat dilihat pada Perkaban Nomor 1 Tahun 2010.

Mengenai pajak atau biaya dalam pelaksanaan balik nama tercantum dalam UU No. 20 tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 21 tahun 1997 tentang BPHTB ( Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) menegaskan bahwa “Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan dikenakan terhadap orang.

“Apakah Pemerintah sudah meneliti kondisi diluar ibu kota? Banyak warga masyarakat yang tinggal dipedesaan, di daerah penggunungan atau daerah yang jauh yang sulit untuk mengakses BPJS, sehingga bila itu menjadi persyaratan yang diluar dari persyaratan formil yang pada umumnya maka itu bisa memberatkan dan menyulitkan masyarakat di wilayah tertentu,” tegasnya.

Oleh karena itu, Komunitas Peduli BPJS Kesehatan, saat ini sedang mempelajari lebih dalam Inpres tersebut dan berencana akan mengajukan Hak Uji Materiil.

“Kami akan mendalami Inpres tersebut agar dapat kami batalkan melalui Hak Uji Materiil karena jelas bertentangan dengan filosofi UU Agraria yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 (Pasal 33 ayat 3),” pungkasnya.