JAKARTA, HOLOPIS.COM – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mengumumkan kartu BPJS Kesehatan akan menjadi syarat permohonan pelayanan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun alias jual beli tanah.

Menanggapi kabar itu, Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN merupakan turunan dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Inpres tersebut mengamanatkan kepada 30 Kementerian/Lembaga termasuk Gubernur, Bupati, Walikota untuk mengambil langkah-langkah strategis yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan optimalisasi pelaksanaan program JKN.

“Kementerian ATR/BPN bergerak cepat atas Inpres tersebut, jadi perlu diapresiasi,” tutur Iqbal.

Iqbal berpendapat, ketentuan yang mewajibkan syarat BPJS Kesehatan untuk jual beli tanah dan rumah tidak bermaksud untuk mempersulit masyarakat. Sebab, jika dilihat secara keseluruhan, seluruh masyarakat Indonesia wajib memiliki Jaminan Kesehatan.

Ini sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Lebih jauh Iqbal menilai, langkah Kementerian ATR/BPN yang mensyaratkan kartu peserta BPJS Kesehatan sebagai salah satu syarat jual beli tanah sudahlah tepat.

“Kalau kita lihat dari sisi positif, tentu ini baik, karena dapat menguatkan Program Jaminan Kesehatan Nasional,” imbuhnya.

Lebih jauh Iqbal mengatakan, aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN ini dapat meningkatkan jumlah kepesertaan, khususnya kalangan menengah ke atas yang belum terdaftar BPJS Kesehatan.

“Yang sering terjadi, seolah-olah program BPJS Kesehatan ini hanya untuk orang miskin. Padahal kalau miskin, yang bayar itu negara. Ini adalah program bersama, tidak peduli dia kaya atau miskin. Karena kesetaraan yang menjadi poin penting dalam program ini. Jangan sampai, orang miskin tidak mampu mengakses layanan karena tidak adanya gotong royong bersama warga negara,” urai Iqbal.

Oleh karena itu, Iqbal berharap, aturan ini tetap dijalankan karena merupakan bagian dari kewajiban negara dalam melindungi warganya. Sehingga, dengan dilaksanakannya aturan ini tentu akan sangat membantu dalam bergotongroyong membangun jaminan kesehatan yang paripurna di Indonesia