JAKARTA, HOLOPIS.COM – Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, Dita Indah Sari memberikan respon terkait dengan reaksi beberapa kalangan tentang mengapa Kementerian Ketenagakerjaan saat ini mengeluarkan aturan bahwa Jaminan Hari Tua (JHT) yang dananya dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa dicairkan saat seorang pekerja atau buruh resign (mengundurkan diri) maupun terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaannya bekerja.
“Keluhan teman-teman soal kenapa JHT gak bisa langsung diambil setelah PHK, bisa dipahami,” kata Dita, (11/2).
Menurutnya, saat ini Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah ingin mengembalikan fungsi dari JHT ke tujuan aslinya. Di mana dana tersebut adalah hasil iuran pekerja yang akan dirasakan manfaatnya nanti saat ia sudah tidak bisa lagi aktif berproduksi dengan kondisi memasuki masa pensiun, atau mengalami cacat tetap dan atau meninggal dunia.
“JHT adalah amanat UU SJSN (sistem jaminan sosial nasional) dan turunannya. Tujuannya agar pekerja menerima uang tunai saat sudah pensiun, cacat tetap, meninggal. Jadi sifatnya old saving. JHT adalah kebun jati, bukan kebun mangga. Panennya lama,” ucapnya.
Mengapa JHT kembali ditarik manfaatnya untuk dikembalikan peruntukannya. Sementara untuk para pekerja yang kehilangan pekerjaan akibat resign maupun PHK, sudah ada instrumen jaring pengaman yakni program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
“Sekarang kita punya program baru yaitu JKP atau Jaminan Kehilangan Pekerjaan untuk korban PHK. Dulu JKP gak ada. Maka wajar jika dulu teman-teman ter-PHK berharap sekali pada pencairan JHT,” ujarnya.
Di program JKP ini, Dita menyebut bahwa para pekerja yang terkena dampak PHK akan mendapatkan berbagai fasilitas dari negara, yakni uang tunai hingga pelatihan-pelatihan sebagai benefit.
“Jadi selain dapat pesangon, korban PHK sekarang juga dapat JKP dalam bentuk uang tunai, pelatihan gratis dan akses loker (lowongan kerja -red). Employment benefit plus plus,” jelas Dita.
Atas dasar itulah, mengapa saat ini telah terbit Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Di mana di dalam Pasal 2 jelas sekali termaktub bahwa JHT dibayarkan kepada peserta jika ; a. Mencapai usia pensiun, b. Mengalami cacat total tetap, c. Meninggal dunia.
“Karena sudah ada JKP plus pesangon, maka JHT digeser agar manfaat BPJS bisa tersebar. Karena ada kata ‘hari tua’, ya sudah dikembalikan sebagai bantalan hari tua sesuai UU SJSN 40/2004. Memang aslinya untuk itu,” terangnya.
Walaupun JHT sudah dikembalikan ke fungsi asalnya sesuai UU SJSN melalui Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2022, Dita mengatakan bahwa JHT masih bisa ditarik sebelum memasuki fase tiga kategori yang ditentukan, yakni pensiun, mengalami cacat tetap atau meninggal dunia.
JHT menurut Dita bisa dimanfaatkan para penerima manfaatnya untuk keperluan lain. Salah satunya adalah untuk pengajuan pembiayaan beli rumah.
“Terus JHT sama sekali gak bisa diutak utik? Bisa. 30% bisa cair untuk DP rumah, beli rumah. Tanpa mengurangi total nilai yang diterima saat pensiun,” papar Dita.
Terakhir, tentang penerbitan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, Ketua DPP PKB Bidang Ketenagakerjaan dan Migran ini mengklaim bahwa sudah ada konsultasi sebelumnya dengan berbagai stakeholder melalui forum tripatrit.
“Sudah konsultasi dengan pekerja? Sudah. Di forum Tripartit Nasional,” tegas Dita.
“Ini adalah soal kehadiran negara pada saat kekinian dan keakanan (masa depan). Masa tua juga penting, saat tenaga kita sudah tidak kuat dan sehat seperti sekarang,” pungkasnya.