JAKARTA, HOLOPIS.COM Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso meminta kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk segera turun tangan melalukan evaluasi menyeluruh terhadap jajaran di bawahnya khususnya di lingkungan Polda Jawa Tengah dan Polres Purworejo atas tindakan represif mereka di desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah, pada hari Selasa 8 Februari 2022.

“IPW mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengevaluasi tindakan represif yang dilakukan Polda Jawa Tengah (Jateng) terhadap warga desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo yang menolak pengukuran tanah untuk penambangan batuan andesit material pembangunan proyek Bendungan Bener,” kata Sugeng, Kamis (10/2).

Pasalnya, penangkapan setidaknya terhadap 60-an warga termasuk anak-anak yang digelandang ke kantor polisi telah terjadi. Kendati akhirnya dilepaskan kepolisian karena desakan berbagai pihak, termasuk anggota DPR.

Menurut Sugeng, apa yang dilakukan aparat di desa Wadas sudah sangat memprihatinkan. Seharusnya Polisi tidak boleh melakukan intimidasi dan represif kepada warga setempat karena menolak wilayahnya ditambang. Apalagi sampai terjadi pemukulan hingga penangkapan, walau saat ini pun sudah dilepaskan usai adanya desakan dari para tokoh nasional. Faktanya banyak pelanggaran terjadi di sana dan tidak bisa dinafikan begitu saja.

“Peristiwa itu sangat memprihatinkan, dimana mereka yang ditangkap karena menolak pengukuran tanah telah mendapat intimidasi serta ancaman fisik bahkan pemukulan. Di samping, adanya sweeping handphone kepada masyarakat dan jaringan internet terputus,” ujarnya.

Menurut pantauan Sugeng, apa yang dilakukan oleh aparat Kepolisian tak ada bedanya dengan sikap aparat di era orde baru.

“Kejadian ini, identik dengan tindakan- tindakan kekerasan yang dilakukan aparat pada masa Orde Baru. Yang mana, sejumlah personil dengan cukup banyak dikerahkan untuk menggusur rakyat yang tertindas,” tandasnya.

Sugeng mengingatkan kepada Korps Bhayangkara itu agar bisa menjaga nama baik institusi dan kesatuan di mata masyarakat. Jangan sampai semua tindakan yang dilakukan dengan dalih pengamanan malah bergeser ke rasa takut dan marah publik terhadap lembaga yang saat ini dipimpin oleh Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu.

“Kalau tindakan kekerasan itu terus dilakukan oleh Polri setelah keluarnya UU Kepolisian, maka Polri akan bisa dijauhi masyarakat dan wajah Polri menjadi buram,” tuturnya.

“Kepercayaan terhadap Polri menjadi merosot. Sebab, di tubuh Polri tidak mencerminkan adanya Reformasi Polri yang telah dicanangkan melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang menjunjung hak asasi manusia (HAM),” sambung Sugeng.

Lebih lanjut, Sugeng menegaskan bahwa Polri harus bisa memastikan penghormatan pada Hak Asasi Manusia (HAM) dengan segala aspek yang ada, khususnya di dalam mereka menjalankan tugas, pokok dan fungsi sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat. Tugas dan fungsi Polri ini harus dijaga oleh pimpinan tertinggi Polri, Jenderal Listyo Sigit yang mengusung Polri Presisi.

“Yang menjadi fatal adalah prediksi akan terjadinya kericuhan sangat tidak diperhitungkan dengan matang melalui kebijakan preventif dan pre-emtif. Akibatnya, begitu terjadi kerusuhan, yang ada adalah tindakan represif. Sehingga, Polri yang seharusnya melindungi masyarakat, berbalik menjadi melawan warga yang menolak pengukuran tanah,” ucapnya.