Arifki Nilai Demokrat Sedang Terjepit di Isu Pilkada DPRD

48 Shares

HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengamat politik Arifki Chaniago mengatakan bahwa Partai Demokrat saat ini tengah berada di dalam posisi politik yang kian menyerupai simalakama, khususnya terkait dengan wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD.

Di satu sisi, Demokrat tak ingin terlalu jauh berseberangan dengan partai-partai koalisi pemerintah yang tengah mengonsolidasikan kekuasaan. Namun di sisi lain, partai ini juga memiliki kepentingan elektoral untuk tetap menjaga kedekatan dengan aspirasi rakyat.

- Advertisement -Hosting Terbaik

“Dilema Demokrat bukan sekadar soal teknis mekanisme pilkada, melainkan menyangkut arah besar dan konsistensi iman politik partai ke depan,” kata Arifki dalam keterangan persnya yang diterima Holopis.com, Selasa (30/12/2025).

Arifki menilai bahwa partai berlambang mercy itu kini berada di persimpangan antara menjaga kenyamanan elite koalisi atau mempertahankan positioning sebagai partai yang masih menjual narasi demokrasi elektoral dan kedekatan dengan pemilih.

- Advertisement -

“Demokrat tidak bisa sepenuhnya melawan arus koalisi pemerintah, tapi juga tidak mungkin mengabaikan suara publik. Terlalu condong ke elite berisiko menjauhkan mereka dari basis pemilih,” ujarnya.

Situasi ini menjadi semakin sensitif karena Demokrat memiliki figur utama, Agus Harimurti Yudhoyono, yang secara politik nyaris “wajib hukumnya” diproyeksikan sebagai calon wakil presiden atau bahkan calon presiden pada Pilpres 2029.

Dalam kalkulasi tersebut, berhadapan secara frontal dengan rakyat—terutama melalui sikap yang dianggap mengurangi partisipasi publik—dinilai sebagai langkah berisiko tinggi.

“AHY tidak bisa dibangun sebagai figur nasional dengan melawan aspirasi publik. Modal utamanya adalah penerimaan rakyat, bukan semata restu elite,” tutur Arifki.

Di titik inilah, sikap Demokrat yang terkesan maju-mundur membaca wacana pilkada via DPRD dinilai mencerminkan kegoyahan orientasi politik. Partai ini tampak belum sepenuhnya yakin apakah harus konsisten berada di jalur demokrasi elektoral yang populis, atau mengikuti desain politik elite demi menjaga posisi dalam koalisi kekuasaan.

Direktur Eksekutif Aljabar Strategic ini menilai, dinamika ini membuka potensi manuver balik badan Demokrat untuk mendukung pilkada melalui DPRD. Sikap tegas Partai Gerindra yang mendukung pilkada via DPRD turut membuat Demokrat berada dalam posisi “panas dingin”. Bertahan pada wacana pilkada langsung berisiko merenggangkan hubungan dengan partai-partai koalisi yang dinilai memiliki semangat berbeda dalam membaca arah demokrasi lokal.

“Demokrat sedang berhitung keras. Mereka sadar, 2029 bukan sekadar soal koalisi, tapi soal legitimasi. Tanpa dukungan rakyat, figur sekuat apa pun akan rapuh,” pungkasnya.

Dalam konteks ini, wacana pilkada via DPRD bukan lagi sekadar agenda elektoral, melainkan menjadi medan uji konsistensi Demokrat: memilih aman bersama elite kekuasaan, atau mengambil risiko politik demi menjaga kepercayaan rakyat sebagai modal menuju Pilpres 2029.

Sekadar diketahui, bahwa Partai Demokrat sampai dengan saat ini belum menentukan sikap mereka terkait dengan wacana tersebut. Di mana PAN, Golkar, PKB, dan Gerindra sudah kompak untuk menggeser sistem pemilihan umum langsung oleh rakyat menjadi keterwakilan di DPRD.

Hal ini seperti yang telah disampaikan oleh Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat, Renanda Bachtar. Ia menyebut bahwa pilkada tak langsung atau melalui DPRD tak bisa menjamin politik uang akan hilang. Menurut dia, pilkada tak langsung hanya mengubah politik uang ke tempat yang lebih terang.

“Siapa bisa menjamin pilkada lewat DPRD bisa menghapus politik uang? Potensi politik uang hanya pindah tempat sangat terbuka,” kata Renanda saat dihubungi, Selasa (23/12).

Menurut dia, posisi partainya soal pilkada langsung sudah klir. Partai Demokrat, kata dia, pernah menolak pilkada tak langsung pada 2014 saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi ketua umum.

Kala itu, SBY yang juga menjabat sebagai Presiden, menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk menganulir aturan pilkada tak langsung yang disahkan DPR melalui UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

“Posisi Demokrat clear soal ini. Kami pernah menolaknya di tahun 2014,” kata Renanda.

- Advertisement -
Ikuti kami di Google News lalu klik ikon bintang. Atau kamu juga bisa follow WhatsaApp Holopis.com Channel untuk dapat update 10 berita pilihan redaksi dan breaking news.
48 Shares
💬 Memuat kolom komentar Facebook...
Cloud Startup - Bikin Website Kamu Makin Ngebut

Berita Terkait

Terbaru

holopis holopis