JAKARTA< HOLOPIS.COM Momentum Natal bagi sebagian besar umat Nasrani menjadi momen yang mereka tunggu setahun sekali. Dalam perayaan Natal, biasanya menjadi kesempatan bagi keluarga Nasrani untuk bisa berkumpul untuk Ibadah dan makan bersama yang biasaya jarang bisa dilakukan di hari biasa.

Rangkaian perayaan Natal ini semakin terasa kuat ketika sudah memasuki tanggal 24 Desember di malam harinya. Pohon Natal yang sudah dihiasi dengan indah dan di bawahnya berisi bingkisan kado Natal juga menjadi sesuatu yang menambah kesyahduan hari Natal. Hari yang diamini oleh umat Kristen sebagai hari lahirnya Juru Selamat Yesus Kristus lahir ke dunia.

Jika ditilik dari sisi agama, dalam Aliktab kitab Matius, disebutkan bahwa Maria telah mengandung dari Roh Kudus tanpa persetubuhan. Hal ini diketahui Maria dari seorang malaikat. Usai mendengar kabar tersebut, Maria dan suaminya, Yusuf pergi ke kota Betlehem untuk mendaftar sensus yang diperintahkan Kaisar Romawi Agustus.

Ketika sampai di Betlehem, Yusuf dan Maria tidak mendapatkan tempat untuk menginap. Akhirnya, bayi Yesus pun dibaringkan di sebuah palungan, sebuah wadah makanan untuk hewan. Di dalam alkisah ini yang kemudian mengajarkan umat manusia untuk memahami arti kesederhanaan.

Di sisi lain, Alkitab juga mencatat bahwa beberapa orang-orang Majus dari Timur datang ke tempat kelahiran Yesus. Mereka datang setelah mendengar kabar kelahiran tersebut dari para malaikat Ketiga orang itu melihat bintang besar di atas wilayah Yerusalem. Mereka pun mengikuti bintang tersebut hingga akhirnya sampai di tempat kelahiran Yesus. Setibanya di sana, ketiga orang Majus itu menyembah Yesus dan mempersembahkan emas, kemenyan, dan mur.

Kemudian dalam perkembangan zaman, timbul pertanyaan darimana tanggal 25 Desember itu bisa ditetapkan sebagai Hari Natal, sementara dalam Alkitab tidak pernah dituliskan tanggal berapa tepatnya Tuhan Yesus dilahirkan. Dalam Injil Perjanjian Baru hanya menjelaskan peristiwa kelahiran Yesus di Betlehem dan kedatangan tiga orang Majus.

Pada tahun awal Kekristenan padahal, Paskah adalah hari libur utama, namun kelahiran Yesus tidak dirayakan. Pada abad keempat, bapak gereja memutuskan untuk melembagakan kelahiran Yesus sebagai hari libur. Sayangnya, Alkitab tidak menyebutkan tanggal kelahirannya.

Yang kita tahu dari Injil, bahwa Yesus lahir pada saat sensus kekaisaran Romawi. Mungkin sekitar abad 7SM – 2SM.

Meskipun beberapa bukti menunjukkan bahwa kelahirannya mungkin terjadi pada musim semi, Paus Julius I memilih tanggal 25 Desember. Pesta kelahiran Yesus ini menyebar sampai ke Mesir tahun 432 dan ke Inggris pada akhir abad keenam.

Dengan mengadakan Natal pada waktu yang sama dengan festival titik balik Matahari di musim dingin, para pemimpin gereja mengukuhkan bahwa Natal akan dirayakan setiap tahunnya pada 25 Desember.

Kata “natal” berasal dari ungkapan bahasa Latin Dies Natalis (Hari Lahir).Dalam bahasa Inggris perayaan Natal disebut Christmas, dari istilah Inggris kuno Cristes Maesse (1038) atau Cristes-messe (1131), yang berarti Misa Kristus.

Christmas biasa pula ditulis Χ’mas, suatu penyingkatan yang cocok dengan tradisi Kristen, karena huruf X dalam bahasa Yunani merupakan singkatan dari Kristus atau dalam bahasa Yunani Chi-Rho. Dalam Alkitab bahasa Indonesia sendiri tidak dijumpai kata “Natal”, yang ada hanya kelahiran Yesus.

Lalu bagaimana sebenarnya perkembangan sejarah Natal tersebut?

Pada saat kekaisaran Romawi, tanggal 25 Desember adalah hari perayaan dewa matahari. Setiap tanggal tersebut diadakan festival meriah untuk merayakan dewa tersebut. Saat itu sudah banyak orang Romawi yang menjadi pemeluk agama Kristen. Namun banyak pula umat Kristen pada masa itu yang ikut merayakan hari lahirnya dewa matahari. Para Bapa Gereja melihat bahwa budaya tersebut tidak benar. Umat Kristen tentu saja tidak boleh merayakan hari lahirnya dewa matahari.

Untuk mencegah umat Kristen datang ke festival matahari tersebut, Bapa Gereja pada saat itu membuat perayaan sendiri. Tanggal 25 Desember ditetapkan sebagai hari kelahiran Yesus Kristus.

Bapa Gereja mengajak umat Kristen agar tidak merayakan hari tersebut demi matahari, tetapi demi Dia yang menciptakan matahari.

Umat Kristen yang awalnya datang ke perayaan festival matahari, diajak ke gereja untuk merayakan perayaan Natal yaitu hari lahirnya Yesus. Awalnya perayaan Natal tersebut dirayakan secara sederhana, tetapi seiring dengan bertambahnya jumlah umat Kristen perayaan Natal menjadi tambah meriah.

Lantas apa itu perayaan Festival Matahari?

Dalam catatan sejarah dahulu di Skandinavia, bangsa Norse merayakan Yule (istilah kuno hari Natal) dari 21 Desember, titik balik matahari musim dingin, hingga Januari. Sebagai penghargaan atas kembalinya matahari, para ayah dan anak laki-laki akan membawa pulang kayu gelondongan besar yang akan mereka bakar.

Orang-orang akan berpesta sampai batang kayu habis dibakar yang bisa memakan waktu hingga 12 hari. Bangsa Norse percaya bahwa setiap percikan api mewakili babi atau anak sapi baru yang akan lahir pada tahun yang akan datang. Akhir Desember sendiri kemudian dipercaya adalah waktu yang tepat untuk perayaan di sebagian besar wilayah Eropa.

Pada tahun-tahun tersebut, kebanyakan sapi disembelih sehingga mereka tidak perlu diberi makan selama musim dingin. Bagi banyak orang, itu adalah satu-satunya waktu dalam setahun ketika mereka memiliki persediaan daging segar. Selain itu, sebagian besar anggur dan bir yang dibuat sepanjang tahun akhirnya difermentasi dan siap untuk diminum.

Kemudian dalam pemahaman sejarah Festival Matahari di Jerman, orang menghormati dewa pagan Oden selama liburan pertengahan musim dingin. Orang Jerman takut pada Oden, karena mereka percaya dia melakukan penerbangan malam hari melalui langit untuk mengamati rakyatnya, dan kemudian memutuskan siapa yang akan makmur atau binasa. Karena kehadirannya, banyak orang memilih tinggal di dalam.

Di Roma, di mana musim dingin tidak separah ujung utara, dirayakan perayaan Saturnalia.

Saturnalia adalah perayaan untuk menghormati Saturnus, sang dewa pertanian. Perayaan ini dimulai pada minggu menjelang titik balik matahari musim dingin dan berlanjut selama sebulan penuh, Saturnalia adalah masa hedonistik, ketika makanan dan minuman berlimpah dan tatanan sosial Romawi yang normal dijungkirbalikkan.

Selama sebulan, budak akan menjadi tuan. Para petani menguasai kota. Bisnis dan sekolah ditutup sehingga semua orang bisa ikut bersenang-senang. Juga sekitar waktu titik balik matahari musim dingin, Roma merayakan Juvenilia, pesta untuk menghormati anak-anak Roma.

Selain itu, anggota kelas atas sering merayakan hari lahir Mithra, dewa matahari yang tak terkalahkan, pada tanggal 25 Desember.
Diyakini bahwa Mithra, dewa bayi, lahir dari batu. Bagi sebagian orang Romawi, ulang tahun Mithra adalah hari paling sakral dalam setahun. Perayaan bangsa Romawi ini kemudian dipercaya menjadi awal mula sejarah Natal.

Pada tahun-tahun awal Kekristenan sendiri, Paskah adalah hari libur utama sedangkan kelahiran Yesus tidak dirayakan. Pada abad keempat, pejabat gereja memutuskan untuk melembagakan kelahiran Yesus sebagai hari libur.

Secara umum diyakini bahwa gereja memilih tanggal ini dalam upaya untuk mengadopsi dan menyerap tradisi festival Saturnalia pagan. Pertama kali disebut Pesta Kelahiran, kebiasaan ini menyebar ke Mesir pada tahun 432 dan ke Inggris pada akhir abad keenam.

Sinterklas Di Malam Natal

Selain pohon natal, hari raya yang jatuh pada 25 Desember ini juga erat kaitannya dengan sosok yang disebut sebagai sinterklas. Legenda Sinterklas sebenarnya mengarah kepada seorang biarawan bernama St. Nicholas yang lahir di Turki sekitar 280 M.

St. Nicholas memberikan semua kekayaan warisannya dan melakukan perjalanan ke pedesaan untuk membantu orang miskin dan orang sakit, yang kemudian dikenal sebagai pelindung anak-anak dan pelaut.

St. Nicholas pertama kali memasuki budaya populer Amerika pada akhir abad ke-18 di New York, ketika keluarga-keluarga Belanda berkumpul untuk menghormati peringatan kematian “Sint Nikolaas” (bahasa Belanda untuk Santo Nikolas), atau disingkat “Sinter Klaas”. “Santa Claus” sendiri mengambil namanya dari singkatan ini.

Pada tahun 1822, pendeta Episkopal Clement Clarke Moore menulis puisi Natal berjudul “An Account of a Visit from St. Nicholas,” yang lebih populer sekarang dengan baris pertamanya: “‘Twas The Night Before Christmas.” Puisi itu menggambarkan Sinterklas sebagai pria periang yang terbang dari rumah ke rumah dengan kereta luncur yang digerakkan oleh rusa kutub untuk mengantarkan mainan.

Versi ikonik Sinterklas sebagai pria periang berbaju merah dengan janggut putih dan sekarung mainan diabadikan pada tahun 1881, ketika kartunis politik Thomas Nast menggambar puisi Moore untuk menciptakan citra Old Saint Nick yang kita kenal sekarang.

Ilustrasi
Ilustrasi

Kemudian, dalam perayaan Natal berkembang ke tradisi untuk bertukar kado. Meski kebiasaan ini bukan esensi dari Hari Raya Natal, kebiasaan untuk tukar menukar kado pada sanak-saudara dan teman-teman pada hari Natal kemungkinan bermula di Romawi Kuno dan Eropa Utara. Di daerah-daerah tersebut, orang-orang memberikan hadiah pada satu sama lain sebagai bagian dari perayaan akhir tahun.

Ilustrasi
Ilustrasi