HOLOPIS.COM 19 Desember menjadi salah satu hari bersejarah bagi Indonesia, hari yang menjadi pembuktian anak bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pada tanggal tersebut, saat ini lebih akrab di telinga masyarakat Indonesia dengan sebutan Hari Bela Negara. Sebuah hari yang khusus didedikasikan untuk menanamkan rasa cinta tanah air kepada seluruh warga Indonesia di masa kini. Sekaligus juga salah satu momentum memperingati perjuangan para pendahulu dalam mempertahankan kemerdekaan.

Tanggal 19 Desember ini dicetuskan menjadi salah satu Hari Nasional ketika Presiden ke 5 RI Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Keppres No.28 Tahun 2006, tepat satu hari sebelum tanggal tersebut disahkan masuk dalam kalender nasional.

Lalu, seperti apa sejarah yang terjadi di tanggal 19 Desember tersebut?

Dilansir dari situs Kemhan.go.id, dimana pada tanggal 19 Desember 1948 pasukan TNI kita dalam perlawanan menentang keganasan penjajah harus kalah total, gagal mempertahankan kota Yogyakarta yang dibombardir penjajah. Sebuah peristiwa yang dikenal dengan Agresi Militer Belanda II.

Hari Bela Negara (HGN) ini bisa bermula dari peristiwa sejarah Perjanjian atas sengketa kedaulatan Indonesia antara Pemerintah Indonesia dengan Belanda yang diselenggarakan di atas Kapal Renville, armada laut milik Amerika Serikat yang berlabuh di Teluk Jakarta pada 17 Januari 1948 itu dikenal dengan Perjanjian Renville.

Sebelum perjanjian renville, Indonesia dan Belanda juga telah menandatangi perjanjian Linggarjati yang menyepakati wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS). Namun keduanya menuduh masing-masing melanggar kesepakatan yang telah dilakukan kedua belah pihak. Belanda yang terus melakukan operasi militer pun turut memicu perlawanan para pejuang Indonesia, kontak senjata pun tak terelakkan.

Situasi kemudian semakin memanas ketika Belanda melakukan penyerangan secara sporadis ke Yogyakarta, yang saat itu masih menjadi ibukota RIS. Serangan yang ditujukan untuk menangkap Pimpinan Politik dan militer Indonesia, Sukarno beserta para menteri itu diawali dengan pengeboman Bandara Maguwo Yogyakarta pada pagi 05.15 WIB.

Presiden Soekarno dan Moh Hatta pada tengah hari pun ditangkap oleh Belanda. Selain itu Belanda juga menangkap para menteri seperti Syahrir, Mohammad Roem, Agus Salim dan A.G. Pringgodigdo. Mereka langsung dibawa ke pengasingan di Prapat, Sumatra dan Pulau Bangka, hingga akhirnya Yogyakarta kembali jatuh ke tangan musuh.

Tidak mau menyerah dengan keadaan, Presiden Soekarno kemudian mengirimkan telegram yang mengabarkan serangan atas ibu kota Yogyakarta. Langkah strategis pun diambil ketika Soekarno menugaskan Menteri Kemakmuran Sjarfuddin Prawinegara untuk membuat kelompok Pemerintahan Darurat Republik Indonesia atau waktu itu disebut PDRI.

Pada waktu itu, Kota Bukitinggi sebagai kota perjuangan kemudian ditunjuk sebagai Ibu Kota Negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda.

Sjarfuddin Prawinegara kemudian bersama masyrakat Indonesia lainnya mati-matian menjalankan pemerintahan darurat selama 207 hari. ketika Agresi Militer Belanda II dinyatakan berakhir, tugas Sjarfuddin pun dinyatakan usai dan soekarno-hatta memegang kembali atas pemerintahan RI. Pada 15 Juli 1949, PDRI pun resmi dibubarkan.

PDRI didirikan sebagai bentuk eksistensi terhadap Indonesia, yang mulai diduduki oleh Belanda saat itu. Rencananya, jika Yogyakarta sudah diduduki maka wilayah lain akan bertindak sebagai Indonesia. Ini, menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat luas dan beragam.

Upaya mendirikan PDRI untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara sebagai nilai dasar bela negara yang mencakup cinta tanah air, sadar akan bangsa dan negara, yakin pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban demi bangsa dan negara serta mempunyai kemampuan untuk bela negara.

Bela negara itu sendiri adalah sikap atau perilaku warga negara yang di jiwai oleh kecintaan terhadap negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) dalam upaya menjaga keutuhan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Pemerintah, juga membangun Monumen Nasional Bela Negara di salah satu kawasan yang pernah menjadi basis PDRI dengan area sekitar 40 hektare di jorong Sungai Siriah, Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

Membangun monumen ini merupakan bentuk penghargaan pemerintah untuk seluruh masyarakat Sumatera Barat atas perjuangannya pada masa lalu untuk keberlangsungan NKRI

Dalam situasinya saat ini, Pemerintah pun semakin memperkuat Hari Bela Negara tersebut untuk bisa diaplikasikan dalam berbagai sektor. Hal tersebut sejalan dengan Undang Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 27 ayat (3) mengamanatkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.

Kemudian Pasal 30 ayat (1) mengamanatkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usha pertahanan dan keamanan negara” dan Undang Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara Pasal 9 ayat (1) yang mengamanatkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara”.

Selanjutnya pada ayat (2) Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui:

pendidikan kewarganegaraan;
pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;
pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib; dan
pengabdian sesuai dengan profesi.