JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto memastikan penyesuaian aturan devisa hasil ekspor (DHE) 100 persen selama setahun penuh bakal berlaku mulai 1 Maret 2025.
Ketentuan tersebut akan diatur dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor Dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA).
“Terhadap kebijakan ini, pemerintah akan segera merevisi PP Nomor 36 dan akan diberlakukan per 1 Maret tahun ini,” ujarnya dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, seperti dikutip Holopis.com, Selasa (21/1).
Airlangga mengatakan, regulasi teranyar itu nantinya mewajibkan pengusaha eksportir SDA agar menempatkan DHE 100 persen selama setahun penuh.
Adapun komoditas yang wajib parkir DHE antara lain usaha hasil pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
Ketentuan tersebut menetapkan batas lebih tinggi dari kewajiban saat ini yang mengatur pengusaha eksportir menempatkan DHE beberapa komoditas minimal tiga bulan di Indonesia.
Dalam ketentuan yang berlaku saat ini, nilai DHE yang wajib diparkir adalah 30 persen dari total transaksi.
Pemerintah juga tengah menggodok instrumen hukum yang mengatur insentif bagi para pelaku usaha sebagai bantalan kebijakan dari peningkatan besaran dan durasi pemberlakukan DHE SDA nantinya.
Airlangga mengatakan, kebijakan stimulus itu antara lain penyediaan fasilitas pajak yang lebih ringan. Sedangkan pendapatan bunga dari instrumen penempatan DHE akan dikenakan tarif pajak 0 persen.
“Kalau reguler biasanya kena pajak 20 persen, tapi untuk DHE 0 persen,” ujar Airlangga.
Adapun sistem teranyar terkait DHE ini tengah digodok pihaknya bersama antara Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan, serta Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Eksportir dapat memanfaatkan instrumen swap dengan bank dalam hal memiliki kebutuhan rupiah untuk kegiatan usahanya,” kata Airlangga.
Airlangga menyatakan, kewajiban baru ini dapat meningkatkan cadangan devisa negara. Ia juga berharap kebijakan ini bisa membantu stabilitas rupiah.
“Konversi ke rupiah dapat meningkatkan suplai dolar tanpa intervensi berlebihan dari BI maupun dari suku bunga dan valas. Hal ini mengurangi volatilitas rupiah,” ujarnya.