JAKARTA – Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia menyoroti proses Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Kepala Daerah 2024 yang tengah berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sekretaris Jenderal KIPP Indonesia, Kaka Suminta, menegaskan pentingnya MK menjaga perannya sebagai garda demokrasi.
“Mahkamah Konstitusi diharapkan tidak hanya berfokus pada hitungan angka atau sekadar menjadi ‘Mahkamah Kalkulator’. Lebih dari itu, MK harus memberikan ruang keadilan substantif agar tercipta pemilihan yang lebih demokratis dan adil,” kata Kaka dalam keterangan tertulis yang diterima Holopis.com, Sabtu (18/1).
Kaka mengungkapkan bahwa PHP Kada 2024 merupakan sengketa serentak nasional pertama yang ditangani MK. Dari total 310 permohonan yang diregistrasi, perhatian ekstra dari para hakim MK diperlukan dalam memutus perkara tersebut.
“Dari data selama ini, hanya 7,31% permohonan yang dikabulkan oleh MK, sementara sisanya ditolak, tidak diterima, atau gugur,” ungkapnya.
Selain itu, KIPP Indonesia juga mencatat masih adanya 37 pilkada dengan calon tunggal meski MK telah mengeluarkan Putusan Nomor 60 dan 70 Tahun 2024 yang memberikan ruang lebih luas kepada partai politik dalam mengajukan kandidat.
“Kami sangat prihatin dengan fakta ini karena menunjukkan tereruksinya hak demokrasi rakyat di daerah akibat kebijakan partai politik yang tidak mencerminkan semangat demokrasi,” tambah Kaka.
KIPP menyoroti bahwa sebagian besar permohonan sengketa berada di luar ambang batas selisih perolehan suara yang diatur dalam Pasal 178 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Banyak di antaranya melibatkan tuduhan serius, seperti politik uang, penyalahgunaan wewenang, penggunaan dokumen palsu, hingga manipulasi rekapitulasi suara.
“Hal ini memerlukan kecermatan dan perhatian serius dari majelis hakim dalam memeriksa dan memutus setiap perkara,” ujar Kaka.
KIPP Indonesia berharap, proses PHP Kada 2024 ini dapat menjadi momentum untuk memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia ke depan.