JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memproyeksikan ekonomi global pada tahun 2025 ini akan tumbuh lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya, yakni menjadi 3,2 persen.
Tingginya proyeksi ini utamanya dipengaruhi oleh prospek pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang meningkat, di tengah potensi pelambatan ekonomi negara lain.
“Perekonomian AS tumbuh lebih kuat dari perkiraan, didukung oleh stimulus fiskal yang meningkatkan permintaan domestik dan kenaikan investasi di bidang teknologi yang mendorong peningkatan produktivitas,” ujar Perry dalam konferensi pers, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (15/1).
Sebaliknya, ekonomi Eropa, China dan Jepang masih lemah, dipengaruhi keyakinan konsumen melemah, produktivitas tertahan. Ekonomi India juga tertahan akibat sektor manufaktur terbatas.
Dalam kesempatan yang sama, Perry menilai arah kebijakan pemerintah AS dan bank sentral AS Federal Reserve alias The Fed berpengaruh pada ketidakpastian ekonomi global saat ini.
Kuatnya ekonomi AS serta dampak kebijakan tarif menahan proses disinflasi di AS. Pada akhirnya, hal ini berdampak pada menguatnya ekspektasi penurunan suku bunga acuan The Fed atau Fed Fund Rate (FFR) yang lebih terbatas dari perkiraan sebelumnya.
“Kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US treasury (imbal hasil obligasi AS) tetap tinggi, baik tenor jangka pendek maupun jangka panjang,” ujar Perry
Bersamaan dengan ketegangan geopolitik yang terus berlanjut, Perry menjelaskan, perkembangan tersebut menyebabkan makin besar preferensi investor global memindahkan portofolionya ke AS.
Dalam hal ini, BI menilai indeks mata uang dolar AS akan naik tinggi dan semakin menambah tekanan terhadap pelemahan mata uang dunia, termasuk mata uang rupiah.
“Berbagai perkembangan global ini memerlukan penguatan respons kebijakan dalam memitigasi dampak rambatan global tersebut, untuk tetap dapat menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri,” tandas Perry.