SUMENEP – Identitas penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV) tergolong sulit dideteksi di tengah-tengah masyarakat. Berbeda dengan penderita penyakit lain yang mudah diakses dan masyarakat diperbolehkan tahu identitasnya. Lantas, mengapa penderita HIV harus dirahasiakan dari masyarakat?
Kepala Bidang P2P Dinkes P2KB Kabupaten Sumenep, Ahmad Syamsuri menerangkan, penderita HIV merupakan orang yang identitasnya dilindungi oleh undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Menurutnya, privasi penderita HIV dijamin sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 4, UU Nomor 14 Tahun 2008 Pasal 17, dan UU Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 32.
“Orang yang menderita penyakit ini sesungguhnya sudah dijamin oleh undang-undang negara dalam pembatasan akses pemberian informasi kepada publik. Aturan ini yang menjadikan petugas kesehatan tidak berani mempublikasikan identitas pasien HIV, baik nama maupun alamatnya,” tutur Syamsuri di kantornya, Rabu (15/1).
Selain diatur dalam regulasi, kata Syamsuri, perahasiaan privasi penderita juga bagian dari perlindungan dari kemungkinan bulian dan pengucilan oleh masyarakat sekitar.
Pasalnya, penyakit HIV dipandang sebagai aib yang sulit diterima oleh masyarakat secara umum di Indonesia.
“Mereka itu sebenarnya membutuhkan dukungan di lingkungan sosialnya, sehingga apabila dipublikasikan ke orang lain khawatir dikucilkan,” ujarnya menambahkan.
Sebab, jika mendapat perundungan atau dijauhkan dari orang lain, psikologis penderita akan terganggu.
“Alhasil, semangat hidup mereka down dan itu akan mempengaruhi tingkat penyakit yang diderita pasien HIV. Makanya, mereka itu wajib disupport supaya dapat bertahan hidup dan hidup berdampingan bersama lingkungannya,” katanya.
Karena itu, Syamsuri mengimbau setiap orang untuk menjauhi perilaku yang menyebabkan datangnya penyakit HIV, seperti seks bebas dan gonta-ganti pasangan.
“Setiap orang itu harus peduli dengan kesehatannya sendiri. Ini penting untuk masa depan hidup sendiri. Makanya, jangan sekali-kali doyan melakukan perilaku buruk itu. Selain dilarang agama, juga membahayakan kesehatan. Cukup fokus ke satu pasangan,” pesannya.