JAKARTA – Neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2024 kembali mengalami surplus sebesar US$ 31,04 miliar. Kendati demikian, nilai surplus menurun 5,84 persen jika dibanding kinerja 2023 yang mencapai US$ 36,89 miliar.
Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti menyebutkan neraca perdagangan nonmigas mencatatkan surplus US$ 51,44 miliar sepanjang 2024, lebih rendah US$ 5,35 miliar dibanding nilai surplus pada 2023 yang sebesar US$ 56,8 miliar.
“Di sisi lain, neraca perdagangan migas pada 2024 mengalami defisit US$ 20,4 miliar, meningkat dibanding defisit pada 2023 US$ 19,91 miliar,” kata Amalia dalam konferensi pers rilis berita Statistik, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (15/1).
Amalia menjelaskan, surplus neraca perdagangan terbesar berasal dari perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) sepanjang 2024, yakni sebesar US$ 16,84 miliar. Disusul India US$ 15,39 miliar, dan Filipina US$ 8,85 miliar.
Di sisi lain, defisit terbesar RI berasal dari perdagangan yang berlangsung dengan China, yakni mencapai US$ 11,41 miliar. Kemudian Australia sebesar US$ 4,76 miliar, dan Thailand US$ 3,84 miliar.
Secara rinci disebutkan, bahwa surplus terbesar dengan AS ditopang oleh komoditas mesin dan perlengkapan elektrik, pakaian dan aksesoris rajutan, serta alas kaki.
Surplus dengan India karena kontribusi komoditas bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani/nabati, serta besi dan baja.
Kemudian, surplus dengan Filipina karena komoditas bahan bakar mineral, kendaraan dan bagiannya, serta berbagai makanan olahan.
Sementara itu, defisit terbesar dengan China karena komoditas mesin dan peralatan mekanis, mesin dan perlengkapan elektrik, serta kendaraan dan bagiannya.
Selanjutnya, defisit dengan Australia karena komoditas bahan bakar mineral, logam mulia dan perhiasan, serta bijih logam, terak dan abu.
Terakhir, defisit dengan Thailand karena komoditas plastik dan barang dari plastik, mesin dan peralatan mekanis, kendaraan dan bagiannya.