JAKARTA – PDIP tidak bisa banyak berdalih perihal peran mereka yang disebut sebagai inisiator dalam pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang menjadi dasar kenaikan PPN 12%.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit kemudian malah melempar tanggung jawab bahwa UU HPP justru merupakan inisiatif pemerintah Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
“UU HPP merupakan UU inisiatif Pemerintahan Jokowi, yang disampaikan ke DPR tanggal 5 Mei 2021,” kata Dolfie pada Minggu (22/12).
Dolfie kemudian mengakui bahwa seluruh fraksi menyetujui usulan tersebut dan PKS menjadi satu-satunya yang menolak pada saat itu.
“Seluruh fraksi setuju untuk melakukan pembahasan atas usul inisiatif pemerintah atas RUU HPP,” ucap Ketua Panja RUU tersebut.
RUU itu kemudian resmi diketok pada 7 Oktober 2021. Dolfie kemudian mengatakan pemerintah dapat mengusulkan kenaikan atau penurunan dari tarif PPN tersebut. Adapun rentang perubahan tarif itu berada di angka 5-12 persen.
“Sebagaimana amanat UU HPP, bahwa tarif PPN mulai 2025 adalah 12% (sebelumnya adalah 11%). Pemerintah dapat mengusulkan perubahan tarif tersebut dalam rentang 5% sampai dengan 15% (bisa menurunkan maupun menaikkan); Sesuai UU HPP, Pasal 7 ayat (3), Pemerintah dapat mengubah tarif PPN di dalam UU HPP dengan Persetujuan DPR,” katanya.
Dolfie menyebutkan pertimbangan kenaikan atau penurunan tarif PPN bergantung pada kondisi perekonomian nasional. Ia mengatakan pemerintah diberi ruang untuk melakukan penyesuaian tarif PPN (naik atau turun).
Adapun Dolfie memberikan masukan kepada pemerintah Prabowo Subianto jika tetap menaikkan PPN sebesar 12%. Ia mengatakan kenaikan itu mesti dibarengi dengan penciptaan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat.
“Apabila Pemerintahan Presiden Prabowo tetap menggunakan tarif PPN 12%, maka hal-hal yang harus menjadi perhatian adalah; kinerja ekonomi nasional yang semakin membaik, pertumbuhan ekonomi berkualitas, penciptaan lapangan kerja, penghasilan masyarakat meningkat, pelayanan publik yang semakin baik,” tambahnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Rahayu Saraswati atau akrab dipanggil Sara tersenyum miris melihat sikap PDIP yang saat ini sedang cari muka dengan menolak kenaikan PPN 12%.
Sara mengakui tidak habis pikir ketika PDIP bisa bermain sandiwara dan mendadak lupa bahwa pembahasan mengenai kenaikan PPN justru dipimpin oleh partai pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut.
“Itulah kenapa saya heran saat ada kader PDIP berbicara di rapat paripurna, tiba-tiba menyampaikan pendapatnya tentang PPN 12%,” kata Sara di Jakarta pada Minggu (22/12).
Sara bahkan sampai menyindir bahwa PDIP sangat pintar untuk bermain drama dalam mencari simpati kepada masyarakat.
“Jujur saja, banyak dari kita saat itu hanya bisa senyum dan geleng-geleng ketawa. Dalam hati, hebat kali memang kawan ini bikin kontennya,” ucapnya.
“Padahal mereka saat itu ketua panja UU yang mengamanatkan kenaikan PPN 12% ini. Kalau menolak ya kenapa tidak waktu mereka ketua panjanya?” sambungnya.