JAKARTA, HOLOPIS.COM – Kuasa hukum Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Salahuddin mengatakan, bahwa berdasarkan hasil putusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK), maka seluruh regulasi turunan, termasuk Peraturan Perundang-Undangan (PP) dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak bisa diberlakukan.
“Kalau bersifat strategis dan berdampak luas, maka harus ditangguhkan segala kebijakan yang mengaturnya. Jadi (PP) dia tidak batal tapi pelaksanannya ditangguhkan,” kata Said dalam konferensi persnya, Kamis (25/11).
Kemudian tentang UU Cipta Kerja sendiri, majelis hakim memberikan label inkonstitusional bersyarat. Di mana UU tersebut tidak dibatalkan secara keseluruhan karena ada pertimbangan lain demi kepentingan pemerintah.
“MK rupanya mempertimbangkan pula kebutuhan negara dan pemerintah untuk menyederhanakan regulasi demi kepentingan investasi, sehingga putusan uji formil adalah inkonstitusional bersyarat, biasanya putusan itu ada di uji materil bukan formil,” papar Said.
Walaupun begitu, Said yang mewakili KSPI dalam gugatan judicial review UU Cipta Kerja tersebut menggarisbawahi amar putusan MK tentang dilarangnya pengambilan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas kepada masyarakat.
“Selama belum ada revisi UU, maka pemerintah tidak boleh mengambil kebijakan yang strategis dan berdampak luas kepada masyarakat,” jelasnya.
Perbaikan UU Cipta Kerja bakal temukan jalan buntu
Lebih lanjut, Said Salahuddin menilai bahwa upaya perbaikan UU Cipta Kerja bakal menemukan jalan panjang dan cenderung berujung pada jalan buntu. Hal ini dilihat dari kondisi yang diberikan oleh majelis hakim MK yang memberikan batas waku maksimal 2 tahun perbaikan UU tersebut.
Said yang merupakan Pakar Hukum Tata Negara tersebut menilai, perbaikan UU Cipta Kerja tidak bisa serta merta dilakukan, karena sebelumnya harus dilakukan perbaikan terhadap Undang Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3).